Seorang Ibu dan 2 Anaknya Gelar Aksi Bungkam Soal Tunggakan Kasus, Jadi 'PR' Kapolres Tebingtinggi
Sang ibu dan anaknya ini dengan kondisi mulut berlakban duduk diatas becak bermotor di depan Gedung DPRD Tebing Tinggi, Kamis (7/11) sekira pukul 09.30 wib.
Mereka menuntut kasus dialaminya hingga saat ini mandek diperkirakan 2 tahun lebih yang bergulir di Polres Tebing Tinggi.
Baca Juga:
Selain itu, satu keluarga ini juga membawa poster bertuliskan "Pak Kapolda tolong kami laporanku sedang 3 tahun ini tidak ada kejelasan hukum".
"Apakah orang miskin dinegeri ini tidak bisa dapat keadilan. Pak Kapolda anakku trauma atas kasus penyerangan rumah kami." Pak Kapolda kami butuh keadilan.
Serta membentang spanduk dipagar DPRD tersebut bertuliskan"Rumahku diserang oleh keluarga calon walikota
"Anakku Trauma".
Menurut rilis tertulis korban Surya Ningsih, Tepatnya pada tanggal 21 januari 2022, terduga pelaku oknum F dengan membawa anak nya dan seorang teman oknum F mendatangi rumah kami di gg Flamboyan untuk menemut saya. Saat itu kebetulan saya tidak berada di rumah hanya suami dan 2 anak perempuan saya yang saat itu berumur 3 dan 7 tahun.
Karena tidak percaya atas pernyataan suami saya, bahwa saya sedang tidak berada di rumah. Oknum F dan temannya memaksa masuk kedalam rumah kami dengan cara mendobrak paksa pintu rumah dan menerobos paksa masuk ke kamar dan ke dapur untuk mencari saya.
Akibat dorongan oknum F beserta seorang temannya yang menerobos memaksa masuk melalui pintu depan rumah saya, anak saya yang saat itu berusia 3 tahun dan berketepatan berada dibelakang pintu, terjerembab dan terjatuh yg disaksikan langsung oleh anak saya yg saat itu berusia 7 tahun (kakaknya) sehingga membuat anak saya yang usia 7 tahun terkejut dan ketakutan.
Setelah kejadian tersebut, Surya Ningsih langsung membuat laporan ke Polres Tebing Tinggi melalui unit Sat Reskrim dengan LP Nomor: STTPL / B/62/I/2022/POLRES TEBINGTINGGI/POLDA SUMUT tentang Pasal 167 ayat (1) KUHP Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.
Dari hasil pemeriksaan saksi saksi, akhirnya saya mendapat informasi bahwa oknum F sudah ditetapkan sebagai Tersangka. Tetapi kenyataannya berkas perkara itu tidak lanjut ke tingkat yang lebih tinggi, walaupun berulang kali sudah saya pertanyakan, saya tidak mendapat jawaban pasti tentang proses kelanjutan laporan saya.
Setelah 19 bulan berlalu, saya tidak juga mendapat jawaban pasti , kami membuat laporan ke Polda Sumut dengan LP Nomor : STPL/144/VIII/2023/PROPAM tentang pelanggaran kode etik.
Kemudian dari LPAI (Lembaga Perlindungan Anak Indonesia) Tebing Tinggi menyarankan untuk melakukan konseling psikolog terhadap anak saya. Setelah saya lakukan konseling terhadap anak saya yang menyatakan anak saya mengalami trauma, selanjutnya saya membuat laporan kembali ke Polres Tebing Tinggi melalui unit PPA dengan LP nomor: STPL/B/435/VIII/SPKT/2023/POLRES TEBINGTINGGI/POLDA SUMUT tentang kekerasan psikis terhadap anak.
Melalui aksi ini, Surya Ningsih memohon kepada bapak Kapoldasu dan LPAI Sumut untuk membantu saya mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum, begitu juga perlindungan untuk anak kami yang mengalami trauma atas kejadian tersebut, dan apabila kami tidak memperoleh kejelasan hukum atas kasus kami, maka kami akan melakukan aksi yang sama ke Polda Sumut dan akan membuat pengaduan ke bapak Presiden Prabowo Subianto dan pihak yang kami anggap perlu.
Pada kesempatan itu, Mantan anggota DPRD Kota Tebing Tinggi tiga periode dari fraksi Golkar, Pahala Sitorus kepada wartawan menyampaikan kritik terhadap penanganan kasus hukum yang hingga kini belum menunjukkan kejelasan hukum. Kasus yang dilaporkan sejak 2022 tersebut belum juga ditingkatkan ke tahap penyidikan, membuatnya mempertanyakan profesionalitas penyidik di Polres Tebing Tinggi.
"Kasus ini sudah layak ditingkatkan ke penyidikan sesuai Pasal 184 KUHP agar pelaku dapat segera ditetapkan sebagai tersangka, ada tiga kemungkinan alasan di balik lambatnya proses hukum, penyidik yang tidak berani, kurang profesional, atau karena pelapor orang susah,"tegasnya.
Pahala Sitorus selaku praktisi hukum itu, menyatakan bahwa ketidakpastian hukum tidak seharusnya menjadi penderitaan bagi rakyat. Ia merasa prihatin melihat laporan polisi yang korban bawa ini diketahui tahun 2022, namun hingga kini tahun 2024, dan kasus ini belum ada perkembangan kepastian hukum.
Dengan dilantiknya Kapolres Kota Tebing Tinggi yang baru, AKBP Drs. Simon Paulus Sinulingga, SH, Pahala berharap agar ini menjadi perhatian serius.
"Kapolres sebaiknya memanggil Kasat Reskrim dan Kanit PPA untuk memeriksa ulang kasus ini. Jika bukti kurang kuat, maka sebaiknya pelapor diberi kejelasan juga. Namun, jika bukti mencukupi, proses hukum perlu dilanjutkan hingga ada kepastian hukum yang berlaku,"tegasnya.
Pahala menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan tidak tebang pilih. Dia juga mengimbau Kapolres Tebing Tinggi untuk memberi perhatian pada penderitaan yang dialami pelapor dan memastikan hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, sesuai amanat keadilan bagi semua masyarakat.
"Saya yakin Kapolres AKBP Simon mampu menyelesaikan kasus ini sehingga ada kepastian hukum bagi korban,"pungkasnya.
Terpisah, Kapolres Tebing Tinggi AKBP Simon Paulus Sinulingga dikonfirmasi media ini tidak merespon.
Sementara itu, Kasat Reskrim AKP Sahri Sebayang saat dikonfirmasi menegaskan bahwa oknum F sudah ditetapkan sebagai tersangka, berkasnya sudah dikirim ke Kejaksaan Negeri Tebing Tinggi.
"Kalau masyarakat menyampaikan aspirasi ya sah-sah saja, kita (polres) tetap profesional lah. Masih menunggu penyidikan dari JPU. Oleh karena itu, kita kirim berkas tinggal menunggu P21,"ujarnya.