Saksi Ahli Sebut Penetapan Tersangka Mhd ASR dan AS Cacat Hukum
bulat.co.id - Pakar Hukum Pidana Universitas ST Thomas Medan DR Berlian Simarmata SH MHum mengungkapkan bahwa penetapan tersangka terhadap Mhd.ASR dan AS tidak dilakukan dengan kehati-hatian atau prudent, sehingga tidak memenuhi proses hukum yang adil atau due process of law.
"Berdasarkan ketentuan Pasal 17 jo Pasal 21 ayat (1) KUHAP, dalam proses penyidikan suatu perkara pidana haruslah dilakukan secara prudent (kehati-hatian) yang sangat penting sebagai wujud dari implementasi asas due proses of law dalam penegakan hukum perkara pidana", ungkap Berlian pada keterangan saksi ahli Prapradilan Pada PN Padangsidimpuan Termohon II Kapolres Tapanuli Selatan (Tapsel), Senin (9/9/2024).
Baca Juga:
DR Berlian menyebutkan, sebelum melakukan proses penyidikan dalam perkara pidana, harus didahului dengan proses penyelidikan terlebih dahulu untuk memastikan telah terjadi suatu tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagai wujud due process of law.
Sebab, proses penyelidikan dan juga penyidikan terhadap Mhd ASR dan AS tidak dilakukan sesuai asas due process of law, maka penetapan tersangka dan penahanan dapat dikualifikasi tidak sah dan cacat hukum dan merupakan pelanggaran asas prudent.
"Dalam menetapkan tersangka dilakukan tanpa didasarkan pada alat bukti yang cukup sebagaimana Pasal 1 angka 14 jo Pasal 17 jo Pasal 21 KUHAP jo Pasal 183 KUHAP jo Pasal 184 KUHAP serta Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 adalah cacat hukum dan tidak sah penetapan,penahanan Mhd ASR dan AS sebagai tersangka," sebut Berlian.
Dr.Berlian menjelaskan bahwa, dua alat bukti yang harus dibuktikan oleh Polres Tapsel bukanlah hanya terkait formalitas saja, akan tetapi dua alat bukti yang memiliki relevansi dengan yang dituduhkan.
"Jika tidak terpenuhi yaitu terkait Syarat kuantitas, kualitas (Subtansi materilnya) juga relevansinya antara alat bukti dengan peristiwa pidana yang disangkakan ke para tersangka, maka proses hukum penetapan tersangka tersebut tidak sah dan cacat hukum adanya," jelas Berlian.
Diterangkan DR Berlian, berdasarkan pasal 183 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut "Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana ke seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa lah yang bersalah melakukannya"
"Sedikitnya ada dua alat bukti yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka, selain terpenuhi syarat formil yaitu berupa terpenuhinya minimal dua alat bukti sebagaimana tercantum dalam KUHAP, akan tetapi juga terkait subtansinya atau materilnya yang sering dimaknai sebagai kualitas alat bukti sebagai contoh alat bukti keterangan saksi, dimana saksi yang mempunyai kualifikasi kualitas sebagai saksi adalah mereka yang melihat, mendengar atau mengetahui adanya suatu peristiwa pidana", terang Berlian
DR Berlian mengatakan, yang bukan kewenangan penyidik adalah petunjuk seperti dokumen surat hasil visum atrevertum yang disampaikan terkait adanya suatu peristiwa pidana selain mempunyai kualitas juga harus diserahkan ke yang berwenang terkait tindak pidana yang dipersangkakan.