Kritik Aturan Pengeras Suara saat Ramadhan, Kemenag : Gus Miftah Asbun dan Gagal Paham
Kabar Gus Miftah menyinggung soal aturan tersebut terungkap saat berceramah di Bangsri, Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Dalam video yang beredar, Gus Miftah mengaku heran ada imbauan untuk tidak menggunakan speaker saat tadarusan.
Baca Juga:
Gus Miftah membandingkan aturan itu dengan acara dangdutan yang biasa digelar hingga pukul 12 malam dan 1 pagi.
Menurutnya tidak ada yang melarang acara tersebut, berbeda dengan tadarusan yang dilarang menggunakan speaker.
Komentar Gus Miftah itu ditanggapi Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie.
Gus Miftah tidak memahami aturan tersebut sehingga yang disampaikan tidak tepat.
"Gus Miftah tampak asbun dan gagal paham terhadap surat edaran tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Karena asbun dan tidak paham, apa yang disampaikan juga serampangan, tidak tepat," tegas Anna Hasbie dalam keterangannya dikutip Selasa (12/3).
"Sebagai penceramah, biar tidak asbun dan provokatif, baiknya Gus Miftah pahami dulu edarannya. Kalau nggak paham juga, bisa nanya agar mendapat penjelasan yang tepat. Apalagi membandingkannya dengan dangdutan, itu jelas tidak tepat dan salah kaprah," sambung Anna Hasbie.
Menurut Anna Hasbie, Kementerian Agama pada 18 Februari 2022 menerbitkan Surat Edaran Nomor SE. 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Edaran ini bertujuan mewujudkan ketentraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama dalam syiar di tengah masyarakat yang beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya.
Edaran ini mengatur tentang penggunaan pengeras suara dalam dan pengeras suara luar. Salah satu poin edaran tersebut mengatur agar penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan, baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarus Al-quran menggunakan pengeras suara dalam.
Edaran ini tidak melarang menggunakan pengeras suara. Silakan tadarus Al-Quran menggunakan pengeras suara untuk jalannya syiar. Untuk kenyamanan bersama, pengeras suara yang digunakan cukup menggunakan speaker dalam," tegas Anna Hasbie.
"Ini juga bukan edaran baru, sudah ada sejak 1978 dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978. Di situ juga diatur bahwa saat Ramadan, siang dan malam hari, bacaan Al-quran menggunakan pengeras suara ke dalam," jelasnya.
Anna menambahkan, edaran ini dibuat tidak untuk membatasi syiar Ramadan. Giat tadarus, tarawih, dan qiyamul-lail selama Ramadan sangat dianjurkan. Penggunaan pengeras suaranya saja yang diatur, demi membuat suasana Ramadan menjadi lebih syahdu.
"Kalau suaranya terlalu keras, apalagi antar masjid saling berdekatan, suaranya justru saling bertabrakan dan menjadi kurang syahdu. Kalau diatur, insya Allah menjadi lebih syahdu, lebih enak didengar, dan jika sifatnya ceramah atau kajian juga lebih mudah dipahami," tandasnya.