Dana BOS Cair, Kepsek di Medan Ganti Mobil, Wawakot Medan : Ini Fakta
Kondisi itu ditemukan di banyak kepala sekolah SD maupun SMP di yang ada di Kota Medan.
Hal itu diungkap Aulia pada podcast yang ditayangkan oleh akun YouTube @The One And Only. Awalnya Aulia mengkritik soal kebijakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang dibebankan ke pemerintah daerah.
Baca Juga:
"Jangan jadikan wacana-wacana yang membuat rancu di daerah masing-masing, jangan semua, jangan sor-sor aja ngomong, saya terus terang, saya berhadapan langsung dengan Menteri Pendidikan juga nggak takut," kata Aulia Rachman di akun YouTube @The One And Only, Kamis (8/6/23).
Lebih lanjut, Aulia mengungkapkan jika kebijakan tersebut membuat kisruh. Sebab sudah banyak yang daftar bahkan lulus menjadi P3K, namun dibebankan ke pemerintah daerah dan pemerintah daerah tidak sanggup.
"Masalahnya kan rusuh jadinya ini, berapa orang yang sudah mendaftar yang sudah lulus P3K, sementara (pembiayaan) dibebankan oleh daerah," ucapnya.
Seperti APBD Medan, kata Aulia lebih difokuskan untuk untuk memperbaiki infrastruktur sesuai dengan janji dirinya dan Wali Kota Medan, Bobby Nasution. Jika anggaran perbaikan infrastruktu dialihkan ke biaya P3K, maka akan terjadi keributan.
"Kita bayar gaji guru, infrastuktur hancur, sementara kami berdua dengan Pak Wali berjanji memperbaiki infrastruktur dalam dua tahun, anggarannya dibayar ke gaji, kan sama cari perang namanya, kita yang dibante masyarakat," ujarnya.
"Lebih banyak jumlah masayarakat daripada jumlah guru P3K, kan benar hak-hak yang lain akan terpotong," imbuhnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Aulia mengaku telah menyampaikan cara menyetarakan gaji guru honorer ke Dinas Pendidikan. Ia meminta untuk didata jumlah SD Negeri dan SMP di Kota Medan dan berapa jumlah muridnya.
"Makanya konsep dasarnya itu, saya sudah bilang ke Dinas Pendidikan, untuk menyetarakan ini sistem penggajiannya, itu tolong didata berapa jumlah sekolah negeri yang ada di Kota Medan, SD dan SMP, jumlah muridnya," ucapnya.
Setelah tahu jumlah muridnya, maka dihitung berapa jumlah guru PNS dan guru honor di SD Negeri dan SMP. Sekolah yang memiliki jumlah murid yang banyak, maka guru honor juga diperbanyak di sekolah itu, bukan malah guru PNS.
"Nah setelah jumlah muridnya, berapa banyak jumlah gurunya di sekolah itu yang PNS dan berapa banyak yang honor, ini harus kita buat perimbangan, arti katanya yang muridnya banyak dibanyakan lah jumlah guru honornya, jangan PNS-nya dibanyakin, nanti yang kaya kepala sekolah, makan dana BOS," bebernya.
Sebab dana BOS itu, kata Aulia diperuntukkan untuk murid dan guru. Namun Aulia mengungkapkan, ternyata setiap dana BOS keluar, Kepsek malah ganti mobil.
"Dana BOS ini bukan untuk Kepsek, dana BOS ini untuk murid dan guru, tapi setiap sekolah nya banyak, dana BOS itu dapat oleh kepala sekolah, kepala sekolahnya ganti mobil, seitanrojim namanya ini," ungkapnya.
Aulia menegaskan jika Kepsek ganti mobil setelah dana BOS keluar merupakan fakta. Banyak temuan soal hal tersebut.
"Ini fakta, kalau saya ngomong apa adanya, memang betul dan ini temuan, berapa banyak temuan," tegasnya.
Padahal menurut Aulia, berdasarkan petunjuk teknik (Juknis) penggunaan dana BOS, bisa digunakan untuk menggaji guru. Tinggal dihitung bagaimana pembagiannya.
"Harusnya kan, juknis Kemendikbud tentang penggunaan dana BOS itu ada 14 item, tinggal kita buat breakdown angkanya berapa, berapa jumlah murid, berapa jumlah guru honor, kita bagikan ada sistem penghitungannya," ujarnya.
Aulia mencotohkan misalnya 35 persen dana BOS diperuntukkan untuk gaji guru. Sebab, gaji guru masih ada yang Rp 300 ribu dan dia menilai gaji segitu menjadi salah satu bentuk pemusnahan peradaban.
"Apakah kita buat 35 persen dari dana BOS itu untuk penggajian mereka yang memang masuk ke dalam sebuah logika kita, cocok nggak gurunya ngajar segini, ini kan ada guru yang gajinya Rp 300 ribu, gimana dia mau ngajari muridnya, itu lah salah satu pemusnahan peradaban," jelasnya.
Kemudian, Aulia memperkuat argumentasi soal gaji P3K tidak bisa dibebankan ke pemerintah daerah. Sebab masih banyak daerah yang tidak mampu menggunakan anggaran untuk biayai P3K karena APBD nya di bawah Rp 1 triliun, seperti Binja, Langkat, dan Batu Bara. (HM/detikcom).