MANAKAH SISTEM PEMILU YANG BAIK DI INDONESIA ?

OLEH : HARPEN RAMADHANI
Redaksi - Minggu, 28 Mei 2023 14:39 WIB
MANAKAH SISTEM PEMILU YANG BAIK  DI INDONESIA ?
Istimewa
bulat.co.id -Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik yang diinginkan, baik itu legislatif maupun eksekutif. Pemilu juga berfungsi sebagai sarana legitimasi politik, sirkulasi kekuasaan, Implementasi kedaulatan rakyat, representasi politik untuk mengaktualisasikan aspirasi dan kepentingan rakyat, serta sosialisasi dan pendidikan politik masyarakat. Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali sesuai dengan amanah UUD 1945 pasal 22E ayat (1) yang berbunyi "Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali". Pada Negara maju dan berkembang pemilu memiliki metode yang berbeda berdasarkan system pemerintahan yang dianut dan diperkuat berdasarkan regulasi hukum masing masing Negara.

Didunia ini berdasarkan kepada Negara yang sudah melakukan Pemilihan Umum dapat disimpulkan ada tiga system pemilu yakni system distrik, system proporsional, dan system mixed/campuran.

System Pemilu Distrik adalah system pemilu yang didasarkan atas kesatuan geografis, setiap kesatuan geografis/distrik memiliki satu orang wakil. Dalam system ini wilayah Negara dibagi ke dalam beberapa distrik pemilihan berdasarkan jumlah penduduk dan jumlahnya sama dengan jumlah kebutuhan anggota badan perwakilan rakyat, jadi setiap wilayah/distrik diwakili oleh satu orang yang mendapatkan suara terbanyak.

System pemilu distrik memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulannya adalah wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik sehingga hubungannya dapat lebih erat, mendorong kearah integrasi partai, berkurangnya jumlah partai dan meningkatnya kerjasama antar partai, sederhana dan mudah diselenggarakan. Sehingga system distrik cenderung menghasilkan system dua partai, kecuali terdapat partai ketiga yang kuat di daerah tertentu. Sedangkan kelemahan dalam system pemilu distrik ini adalah kurang memperhitungkan partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika tersebar di berbagai daerah pemilihan, kurang representative, partai/kandidat yang kalah akan kehilangan suara pendukungnya. Sehingga system distrik cenderung diterapkan dalam masyarakat yang memiliki homogenitas masyarakat yang tinggi, tidak hanya dalam hal komposisi sosialnya, tetapi juga budayanya.


Didalam system distrik ini memiliki beberapa model, diantaranya adalah First Past the Post, Alternative Vote, Two Round System, Block Vote, dan Party Block Vote. Adapun Negara yang menggunakan system distrik ini antara lain Amerika Serikat, Inggris, India dan Kanada.
Sistem Pemilu Proporsional adalah sistem dimana persentase kursi di dewan perwakilan rakyat yang dibagikan kepada tiap-tiap partai politik disesuaikan dengan jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik, dengan kata lain, partai politik akan memperoleh jumlah kursi sesuai dengan jumlah suara pemilih yang diperoleh di seluruh Negara.

Dalam sistem ini, para pemilih akan memilih partai politik, bukan calon perseorangan seperti dalam sistem distrik. Badan perwakilan benar-benar menjadi wadah aspirasi seluruh rakyat bagi Negara yang menggunakan system ini. Namun, keburukannya adalah pemimpin partai sangat menentukan siapa saja yang akan duduk di dalam parlemen untuk mewakili partainya, disamping itu wakil daerah juga tidak mengenal daerah pemilihannya secara dekat. System pemilu proporsional inilah yang digunakan oleh Negara Indonesia. Dalam system pemilu proporosional ada dua jenis, yakni system proporsional tertutup dan system proporsional terbuka.

System proporsional tertutup adalah system pemilu yang dimana pemilih hanya dapat memilih partai politik tertentu dan kemudian partai yang menentukan nama-nama yang duduk menjadi anggota dewan perwakilan rakyat, dimana masing-masing partai politik telah menentukan terlebih dahulu siapa yang akan memperoleh kursi yang dialokasikan kepada partai tersebut dalam pemilu, sehingga calon yang menempati urutan tertinggi dalam daftar ini cenderung selalu mendapatkan kursi, sedangkan calon yang diposisikan sangat rendah tidak akan mendapatkan kursi dan kandidat nama-nama tersebut dipersiapkan langsung oleh partai politik.

Sedangkan sistem proporsional terbuka adalah system pemilu yang dimana pemilih dapat memilih partai politik dan/atau nama calon yang bersangkutan , pada sistem ini pemilih dapat langsung memilih calon legislative yang dikehendaki untuk dapat duduk menjadi anggota dewan perwakilan rakyat, sistem perwakilan proporsional terbuka yang memungkinkan pemilih untuk turut serta dalam proses penentuan urutan calon partai yang akan dipilih. Calon legislative yang memperoleh suara terbanyaklah yang terpilih sebagai anggota dewan perwakilan rakyat.

Dalam system pemilu proporsional memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulannya yaitu tidak ada suara yang hilang sehingga potensi perwakilan semua golongan terpenuhi, lebih representiv sebab jumlah suara yang didapat dari masyarakat sesuai dengan jumlah kursi yang diperoleh. Sedangakan kelemahannya adalah mempermudah fragmentasi dan timbulnya partai partai baru sehingga cenderung mempertajam perbedaan satu sama lain, wakil yang terpilih lebih terikat kepada partai, sukar membentuk koalisi dan pemerintahan yang stabil, calon yang diikutsertakan dalam pemilu kurang dikenal oleh pemilih karena banyaknya wakil dari suatu wilayah, ikatan antara wakil rakyat dengan pemilih cenderung renggang.

System mixed atau campuran adalah system pemilu dengan cara /mengkombinasikan sebagian prinsip pemilu proporsional dan distrik secara bersamaan, dalam arti menggabungkan apa yang terbaik di dalam system pemilu distrik dengan system pemilu proporsional. Pada system pemilu mixed/campuran setiap pemilih memilih dua kali diatas satu kertas suara. System ini telah dilakukan oleh Negara Jerman dalam pemilihan anggota parlemen dengan jumlah 598 kursi. Dimana suara pertama memilih nama seorang kandidat secara langsung. Kandidat dengan suara terbanyak di satu daerah pemilihan akan masuk parlemen. Suara kedua pemilih memilih nama satu partai, jumlah perolehan suara satu partai akan menentukan jumlah kursi yang diperebutkan di parlemen. Siapa yang menjadi anggota parlemen ditentukan oleh partai, dengan menyusun daftar kandidat berdasarkan nomor urut. Sehingga diperoleh 598 kursi di Parlemen Jerman. Setengahnya, 299 kursi diperebutkan melalui system pemilihan langsung dan setengahnya lagi melalui sistem pemilihan proporsional berdasarkan daftar kandidat.


Dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia hanya terdapat dua system yang dilaksanakan yakni dengan system pemilu proporsional tertutup dan system proporsional terbuka. Sejak pemilu pertama kali pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,1997, dan 1999, system pemilu yang diterapkan adalah system pemilu proporsional tertutup.

Pengalaman pahit pada saat penerapan system proporsional tertutup, dimana system yang diterapkan saat itu dinilai telah menghasilkan wakil-wakil yang lebih merepresentasikan kepentingan elit partai politik dibandingkan kepentingan rakyat yang diwakilinya. Pengalaman tersebut membawa para pembentuk undang-undang pada tahun 2003 untuk menjatuhkan pilihan kebijakannya pada system proporsional terbuka.

Pada pemilu 2004 dilakukan penerapan system proporsional terbuka yang relative tertutup dengan dasar hukum Undang-undang nomor 12 tahun 2003. Dimana calon legislative akan menduduki kursi yang diperoleh partai apabila mendapat suara sejumlah kuota harga satu kursi yang disebut bilangan pembagi pemilih (BPP).

Selanjutnya pada tahun 2008 Mahkamah Konstitusi memperkuat dan mempertegas pilihan system proporsional terbuka tersebut dengan menghilangkan syarat perolehan bilangan pembagi pemilih (BPP) dalam penentuan calon terpilih. Langkah tersebut diambil karena hal ini yang dinilai sejalan dengan prinsip suara terbanyak sebagai prinsip procedural demokrasi yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 22E ayat(1) dan ayat (2). System proporsional terbuka ini dilegitimasi oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008, sehingga Pemilu tahun 2009 dilaksanakan dengan system suara terbanyak. System pemilu ini diterapkan pada pemilu tahun 2009, 2014, dan 2019. Sedangkan system pemilu 2024 masih menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022.

Dalam hal penerapan system pemilu di Indonesia yakni system proporsional tertutup dan proporsional terbuka, dapat disimpulkan perbedaan yang terjadi yaitu, pada pelaksanaan proporsional tertutup bahwa partai politik mengajukan daftar calon yang disusun berdasarkan nomor urut, nomor urut ditentukan oleh partai politik. Sedangkan pada pelaksanaan proporsional terbuka partai politik mengajukan daftar calon yang tidak disusun berdasarkan nomor urut dan tanpa nomor di depan nama (biasanya susunan hanya berdasarkan abjad atau undian).

Pada metode pemberian suara di system proporsional tertutup pemilih memilih partai politik, sedangkan pada proporsional terbuka pemilih memilih salah satu nama calon di partai politik tersebut. untuk derajat keterwakilan pada system proporsional tertutup kurang demokratis karena rakyat tidak bisa memilih langsung wakil wakilnya yang akan duduk di legislative, pilihan partai politik belum tentu pilihan pemilih/rakyat, sedangkan pada system proporsional terbuka memiliki derajat keterwakilan yang tinggi, karena pemilih bebas memilih wakilnya yang akan duduk di legislative secara langsung, sehingga pemilih dapat terus mengontrol orang yang dipilihnya.

Pada system proporsional tertutup untuk jumlah kursi dan daftar kandidat, setiap partai menyajikan daftar kandidat dengan jumlah yang lebih dibandingkan jumlah kursi yang dialokasikan untuk satu daerah pemilihan atau dapil. Sedangkan pada system proporsional terbuka jumlah kursi dan daftar kandidat, partai memperoleh kursi yang sebanding dengan suara yang diperoleh.

Adapun kelebihan proporsional tertutup diantaranya adalah mampu meminimalisir praktik politik uang, memudahkan pemenuhan kuota perempuan atau kelompok etnis minoritas karena partai politik yang menentukan calon legislatifnya. Namun kekurangan pada proporsional tertutup yakni pemilih tidak punya peran dalam menentukan siapa wakil dari partai mereka dan tidak responsive terhadap perubahan yang cukup pesat serta menjauhkan hubungan antara pemilih dengan wakil rakyat pasca pemilu.

Sedangkan kelebihan pada proporsional terbuka yaitu mendorong kandidat bersaing dalam memobilisasi dukungan massa untuk kemenanganya, dan terbangunnya kedekatan antara pemilih dengan yang dipilihnya serta terbangunnya kedekatan antar pemilih.

Pada proporsional terbuka juga memiliki kekurangan diantaranya adalah sangat tingginya peluang yang terjadi untuk praktik politik uang, sehingga membutuhkan modal politik yang cukup besar, rumitnya penghitungan hasil suara yang dilakukan, serta sulitnya menegakkan kuota gender dan etnis.

Advertisement
Halaman :
Editor
: Hendra Mulya
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru