MANAKAH SISTEM PEMILU YANG BAIK DI INDONESIA ?

OLEH : HARPEN RAMADHANI
Redaksi - Minggu, 28 Mei 2023 14:39 WIB
MANAKAH SISTEM PEMILU YANG BAIK  DI INDONESIA ?
Istimewa

Dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia hanya terdapat dua system yang dilaksanakan yakni dengan system pemilu proporsional tertutup dan system proporsional terbuka. Sejak pemilu pertama kali pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,1997, dan 1999, system pemilu yang diterapkan adalah system pemilu proporsional tertutup.

Pengalaman pahit pada saat penerapan system proporsional tertutup, dimana system yang diterapkan saat itu dinilai telah menghasilkan wakil-wakil yang lebih merepresentasikan kepentingan elit partai politik dibandingkan kepentingan rakyat yang diwakilinya. Pengalaman tersebut membawa para pembentuk undang-undang pada tahun 2003 untuk menjatuhkan pilihan kebijakannya pada system proporsional terbuka.

Pada pemilu 2004 dilakukan penerapan system proporsional terbuka yang relative tertutup dengan dasar hukum Undang-undang nomor 12 tahun 2003. Dimana calon legislative akan menduduki kursi yang diperoleh partai apabila mendapat suara sejumlah kuota harga satu kursi yang disebut bilangan pembagi pemilih (BPP).

Selanjutnya pada tahun 2008 Mahkamah Konstitusi memperkuat dan mempertegas pilihan system proporsional terbuka tersebut dengan menghilangkan syarat perolehan bilangan pembagi pemilih (BPP) dalam penentuan calon terpilih. Langkah tersebut diambil karena hal ini yang dinilai sejalan dengan prinsip suara terbanyak sebagai prinsip procedural demokrasi yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 22E ayat(1) dan ayat (2). System proporsional terbuka ini dilegitimasi oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008, sehingga Pemilu tahun 2009 dilaksanakan dengan system suara terbanyak. System pemilu ini diterapkan pada pemilu tahun 2009, 2014, dan 2019. Sedangkan system pemilu 2024 masih menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022.

Dalam hal penerapan system pemilu di Indonesia yakni system proporsional tertutup dan proporsional terbuka, dapat disimpulkan perbedaan yang terjadi yaitu, pada pelaksanaan proporsional tertutup bahwa partai politik mengajukan daftar calon yang disusun berdasarkan nomor urut, nomor urut ditentukan oleh partai politik. Sedangkan pada pelaksanaan proporsional terbuka partai politik mengajukan daftar calon yang tidak disusun berdasarkan nomor urut dan tanpa nomor di depan nama (biasanya susunan hanya berdasarkan abjad atau undian).

Pada metode pemberian suara di system proporsional tertutup pemilih memilih partai politik, sedangkan pada proporsional terbuka pemilih memilih salah satu nama calon di partai politik tersebut. untuk derajat keterwakilan pada system proporsional tertutup kurang demokratis karena rakyat tidak bisa memilih langsung wakil wakilnya yang akan duduk di legislative, pilihan partai politik belum tentu pilihan pemilih/rakyat, sedangkan pada system proporsional terbuka memiliki derajat keterwakilan yang tinggi, karena pemilih bebas memilih wakilnya yang akan duduk di legislative secara langsung, sehingga pemilih dapat terus mengontrol orang yang dipilihnya.

Pada system proporsional tertutup untuk jumlah kursi dan daftar kandidat, setiap partai menyajikan daftar kandidat dengan jumlah yang lebih dibandingkan jumlah kursi yang dialokasikan untuk satu daerah pemilihan atau dapil. Sedangkan pada system proporsional terbuka jumlah kursi dan daftar kandidat, partai memperoleh kursi yang sebanding dengan suara yang diperoleh.

Adapun kelebihan proporsional tertutup diantaranya adalah mampu meminimalisir praktik politik uang, memudahkan pemenuhan kuota perempuan atau kelompok etnis minoritas karena partai politik yang menentukan calon legislatifnya. Namun kekurangan pada proporsional tertutup yakni pemilih tidak punya peran dalam menentukan siapa wakil dari partai mereka dan tidak responsive terhadap perubahan yang cukup pesat serta menjauhkan hubungan antara pemilih dengan wakil rakyat pasca pemilu.

Sedangkan kelebihan pada proporsional terbuka yaitu mendorong kandidat bersaing dalam memobilisasi dukungan massa untuk kemenanganya, dan terbangunnya kedekatan antara pemilih dengan yang dipilihnya serta terbangunnya kedekatan antar pemilih.

Pada proporsional terbuka juga memiliki kekurangan diantaranya adalah sangat tingginya peluang yang terjadi untuk praktik politik uang, sehingga membutuhkan modal politik yang cukup besar, rumitnya penghitungan hasil suara yang dilakukan, serta sulitnya menegakkan kuota gender dan etnis.

Advertisement
Editor
: Hendra Mulya
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru