KontraS Sumut Siap Dampingi Korban Penggusuran di Simantek Kuta

Sejak lahirnya Keputusan Kepala Daerah Kabupaten Karo, lanjut dikatakan Rahmad, Nomor 6/III/973 tentang penetapan Mbal-Mbal Nodi sebagai Perjalangan Umum dan lahirnya Keputusan Bupati Karo Nomor 520/444/Pertanian/2018 tentang Penetapan Luas Tanah, hingga pengesahan Perda Penggembalaan umum Kecamatan Laubaleng seluas 682 hektare, pemerintah sama sekali tidak melibatkan masyarakat adat.
Baca Juga:
"Ada hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada yang diakui dalam Pasal 3, undang undang nomor 5 tahun 1960, tentang peraturan dasar pokok agraria yang sayangnya dalam perkara ini tanah adat Mbal-Mbal Petarum justru tidak pernah mendapatkan pengakuan," tegasnya.
Ketua masyarakat adat Mbal-Mbal Petarum, Ngamanken Sembiring kepada pihak KontraS Sumatera Utara mengutarakan, bahwa lahan itu sudah dikelola sejak nenek moyang masyarakat mereka sekitar tahun sejak 1973.
"Ketika pertama kali Pemkab Karo menetapkan wilayah Mbal-Mbal Petarum sebagai wilayah penggembalaan umum, orang tua kami sudah mengelola lahan dan membentuk perkampungan. Lahan itu sudah dikelola sejak dulu, kami masih anak-anak sudah menempati wilayah ini. Kenapa justru diklaim sebagai aset Pemkab Karo. Anehnya, dalam proses pembuatan Perda masyarakat terdampak tidak pernah dilibatkan, artinya Pemkab memangberniat merampok tanah adat kami," ungkap Ngamanken Sembiring.
Ngamanken Sembiring menyatakan, akan banyak kerugian yang dialami masyarakat. Padahal, masyarakat hanya menyambung hidup dengan cara bertani sejak tahun 1973 hingga saat ini.

Perayaan Natal Bersama Pemkab Karo Tahun 2024

Pelatihan Pembentukan Tim SAR Digelar

Pemkab Karo Nilai B Raih SAKIP Award

Di Karo, Upacara Peringati Hari Kesaktian Pancasila Digelar

Lurah Padang Mas Telpon Damkar, Pasca Rumah Wartawan Terbakar Menewaskan Satu Keluarga
