Tampung Konten Porno Ilegal, Perusahaan Induk Pornhub Dihukum Denda Rp 27,8 Miliar
Demikian putusan Pengadilan Amerika Serikat, pekan ini.
Aylo, yang sebelumnya bernama Mindgeek, dituding mengambil keuntungan dari konten video dari pihak ketiga bernama Girls Do Porn (GDP).
Baca Juga:
GDP membuat konten ilegal dimana para wanita ditipu dan dipaksa saat pembuatan video porno. Para wanita tersebut kemudian menuntut ke pengadilan.
Dalam putusannya, pengadilan menuduh Aylo telah menutup mata soal laporan dari beberapa korban perempuan yang ditipu dan dipaksa menampilkan video porno di situs tersebut.
Setelah diputus bersalah, Aylo pun mengaku menyesal sudah menampung konten itu. Mereka sepakat untuk membayar kompensasi Rp 27,8 miliar kepada para korban.
Nantinya Aylo Holdings akan melakukan pembayaran kepada para korban yang muncul di platformnya. Pembayaran ini bakal terus diawasi secara independen dan harus selesai dalam waktu tiga tahun.
"Aylo Holdings dengan sengaja memperkaya dirinya sendiri dengan menutup mata terhadap kekhawatiran para korban yang menyampaikan kepada perusahaan bahwa mereka telah ditipu dan dipaksa untuk berpartisipasi dalam aktivitas seksual ilegal," kata James Smith, Asisten direktur FBI yang bertanggung jawab atas kasus tersebut, dikutip dari The Hill, Minggu (24/12/2023).
"Entitas mana pun yang terlibat dalam eksploitasi seksual akan dimintai pertanggungjawaban atas penderitaan mental dan teror yang menimpa para korban. Saya harap persidangan hari ini membawa rasa keadilan bagi para korban dalam kasus ini, seiring dengan kemajuan hidup mereka," sambungnya lagi.
Tuntutan Korban Sejak 2016
Menurut jaksa federal, Aylo Holdings menerima uang antara tahun 2017 hingga 2019. Padahal perusahaan itu sudah tahu kalau dana tersebut diperoleh dari skandal konten ilegal itu.
Sejak 2016 hingga 2019, beberapa perempuan yang muncul dalam video GDP meminta agar Aylo menghapus video tersebut dari situsnya. Para korban ini mengaku telah ditipu untuk membuat video yang kemudian diunggah di Pornhub tanpa izin.
Aylo juga mengetahui bahwa banyak perempuan telah mengajukan gugatan perdata terhadap operator GDP pada September 2017 lalu.
Namun, jaksa federal mengatakan Aylo tidak menghapus semua video yang diminta para korban. Bahkan perusahaan itu juga enggan menghapus channel resmi GDP dari platformnya hingga Oktober 2019.
"Kami sedih mengetahui bahwa sebuah perusahaan produksi menggunakan cara-cara kriminal untuk memproduksi kontennya dan menyerahkan dokumentasi izin yang kini kami tahu diperoleh melalui penipuan dan paksaan," kata Manajemen Aylo lewat pernyataannya.
"Kita harus waspada untuk menghentikan mereka yang ingin menggunakan platform kita secara ilegal, dan untuk menanggapi ancaman dan tantangan yang terus berubah," tegas perusahaan.