Asal Mula Kesultanan Melayu Deli dan Istana Maimun Medan: Sultan Iskandar Muda Kirim Panglima Gocah Pahlawan

Andy Liany - Minggu, 19 Mei 2024 12:06 WIB
Asal Mula Kesultanan Melayu Deli dan Istana Maimun Medan: Sultan Iskandar Muda Kirim Panglima Gocah Pahlawan
net
Simbol Kesultanan Deli

bulat.co.id - Dua tempat wisata sejarah Istana Maimun dan Masjid Raya Medan menjadi ikon pariwisata Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut).

Advertisement

Memiliki desain yang unik dan ikonik, dua lokasi wisata tersebut kerap menjadi tujuan wisata para turis lokal maupun internasional.

Baca Juga:

Istana yang terletak di Jalan Brigadir Jenderal Katamso, Aur, Medan Maimun, ini menjadi bukti bahwa Kesultanan Melayu Deli pernah berjaya pada masanya.

Memiliki luas 2.772 meter persegi dengan 30 ruangan yang tersebar di dua lantai, Istana Maimun dapat dikatakan sebagai istana yang memiliki gaya arsitektur yang ikonik di Indonesia.

Arsitekturnya menunjukkan langgam perpaduan antara gaya Melayu, gaya Moghul, dan Eropa.

Didesain oleh arsitek Capt. Theodoor van Erp, seorang Belanda yang dibangun atas perintah Sultan Deli, Sultan Ma'moen Al Rasyid Perkasa Alam.

Keberadaan Istana Maimun ini sebenarnya tak terlepas dari Kerajaan Aceh Darussalam dengan rajanya yang terkenal saat itu, Sultan Iskandar Muda.


Sultan Iskandar Muda (net)

Ujung nama beliau Perkasa Alam mengingatkan kita pada gelar yang disandang Sultan Iskandar Muda Perkasa Alam, Raja Kerajaan Aceh Darussalam terkenal.

Sultan Ma'moen adalah raja ke-9 Deli, sebagaimana diketahui kesultanan Deli ini didirikan oleh seorang panglima utusan Sultan Iskandar Muda yang bernama Tuanku Panglima Gocah Pahlawan (1632-1669).

Untuk merebut Deli, Aceh tidak memerlukan banyak waktu. Menerapkan strategi teknik pengepungan kota, Medan atau Deli masa lalu itu mampu dikuasai Tentara Aceh kurang dari enam minggu.

Denys Lombard dalam bukunya Kerajaan Aceh Darussalam, menulis bahwa untuk menyerang dan merebut Deli, orang-orang Aceh melakukannya dengan cepat sekali.

Mereka tanpa kenal lelah menggali tanah, sebagaimana terlihat waktu Kedah dikepung, dan khususnya waktu Deli dikepung.

Deli adalah kota yang sangat kuat sekali dan dipertahankan mati-matian oleh prajurit terbaik Deli.

Gubernur Malaka sendiri sesumbar bahwa Aceh bisa saja mengalahkan Malaka, tapi tidak akan mampu mengalahkan Deli.

Bukanlah Iskandar Muda namanya bila tidak mampu membuktikan dirinya penguasa negeri bawah angin.

Raja mengirim prajurit terbaik dalam jumlah yang terbatas namun memiliki kemampuan tempur yang luar biasa dan ahli-ahli strategi dalam pertempuran.

Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Kesultanan Aceh mengirim Panglimanya bernama Gocah Pahlawan sekitar tahun 1612.

Panglima Aceh ini kemudian memerintahkan penggalian parit-parit besar, tanah didorong sedemikian rupa hingga dengan kerugian sedikit saja, Deli direbut dalam waktu kurang dari enam minggu.

Sebuah strategi jitu pengepungan kota terbaik saat itu.

Sang Laksamana perwira pilihan Aceh ini akhirnya menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan Aceh di Tanah Deli setelah menaklukannya.

Gocah Pahlawan membuka negeri baru dengan memanfaatkan kebesaran imperium Aceh untuk memperluas Kesultanan Deli.

Gocah Pahlawan telah berhasil memajukan Kerajaan Deli dan sekitar tahun 1632 kawin dengan putri Deli. Dari perkawinan keduanya lahir garis keturunan raja-raja Deli.

Sepeninggal Gocah Pahlawan yang mangkat tahun 1653, putranya sang pengganti adalah Tuangku Panglima Perunggit.

Raja baru turunan Aceh ini kemudian memutuskan hubungan dengan kerajaan Aceh Darussalam dan menegaskan kemerdekaan Kesultanan Deli pada tahun 1669.

Keberanian Sultan muda ini untuk pisah dari Aceh karena sang raja Aceh yang paling disegani dan dihormati raja-raja Deli yaitu Sultan Iskandar Muda telah meninggal dunia pada tahun 1636.

Saat Deli menyatakan pisah, Kerajaan Aceh Darussalam saat itu dipimpin Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam (1641-1675) putri Sultan Iskandar Muda Perkasa Alam.

Kaitan lain antara Istana Maimun dan Aceh adalah di halaman Istana terdapat sebuah Meriam puntung.

Menurut cerita, meriam tersebut jelmaan Putri Hijau dari Kesultanan Deli.

Ini terjadi ketika Kerajaan Deli diserang oleh Kerajaan Aceh, dan sang putri menolak pinangan Sultan Aceh.

Cerita rakyat yang berkembang, bahwa meriam itu menembak tanpa henti menyerang pasukan Aceh hingga pada akhirnya pecah menjadi dua bagian, dan potongan meriam tersebut terlempar jauh sampai ke daratan Tinggi Karo.

Begitulah riwayat Kesultanan Deli dengan Istana Maimun dan Masjid Raya Al Mashun dan tentu saja bagian dari sejarah Kota Medan Sumatera Utara.

Sebuah benang merah tak terpisahkan dengan orang-orang Aceh.

Halaman :
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru