Kuasa Hukum Pertanyakan Prosedur Penetapan Tersangka Kompol Ramli di Sidang Praperadilan

Diketahui Kompol Ramli sebelumnya ditangkap oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri menjelang masa pensiunnya. Ia bersama Brigadir Bayu diduga terlibat dalam praktik pemerasan terhadap 12 kepala sekolah terkait pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumut pada tahun 2024. Total uang yang diduga diperoleh dari tindakan tersebut mencapai Rp 4,75 miliar.
Atas pelanggaran itu, keduanya dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari kepolisian.
Baca Juga:
Mantan Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Sumut tersebut kemudian mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Medan untuk menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap sejumlah kepala sekolah.
Dalam sidang yang dipimpin hakim tunggal Phillip Mark Soentpiet, kuasa hukum Kompol Ramli mempersoalkan sejumlah prosedur yang dinilai tidak dijalankan sesuai aturan oleh pihak kepolisian.
Kuasa hukum Kompol Ramli, Irwansyah Nasution, menyoroti Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang seharusnya diberikan kepada tersangka dan pihak keluarga, namun tidak diberikan. Ia juga menanyakan bukti fisik berupa uang yang disebut ditemukan dalam kendaraan kliennya saat penangkapan.
"Padahal sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi dan peraturan kepolisian wajib SPDP itu diberikan kepada yang bersangkutan maupun kepada Jaksa.," ujar Irwansyah dalam sidang.
Ia menyampaikan pernyataan tersebut saat memberikan tanggapan atas keterangan saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang. Menurutnya, pelanggaran terhadap prosedur hukum penyidikan berpotensi menyebabkan status tersangka menjadi batal demi hukum.
Dalam persidangan yang berlangsung, pihak Kompol Ramli menghadirkan dua saksi ahli, yakni Dr. Panca Putra dan Dr. Dani Sintara. Sementara itu, pihak termohon dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengajukan saksi ahli Dr. Andi Hakim Lubis dari Universitas Medan Area.
Irwansyah Nasution menjelaskan bahwa para saksi ahli menekankan pentingnya proses penyidikan dan penetapan tersangka dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Tidak adanya barang bukti yang ditunjukkan kepada pihak tersangka, menurutnya merupakan penghilangan hak pembelaan dalam perkara pidana.
"Sama seperti barang bukti yang tidak diberikan. Bagaimana seorang yang disangkakan dalam kasus pidana maka diberikan hak untuk membantah tuduhan tuduhan tersebut, kalau tidak diberikan, cacat, artinya proses penyidikannya tidak benar", ungkapnya.
Ia menambahkan, permohonan praperadilan diajukan juga untuk menguji kebenaran proses penyelidikan, penyidikan, serta kekuatan alat bukti yang digunakan dalam penetapan tersangka tersebut.
Sidang praperadilan yang dipimpin oleh hakim tunggal Phillip Mark Soentpiet ini akan dilanjutkan pada Selasa, 15 April 2025, dengan agenda mendengarkan kesimpulan dari hakim.
"Sidang kita lanjutkan pada Selasa besok, dengan mendengarkan kesimpulan hakim," ujar hakim Phillip dalam sidang sebelumnya.

Dalam Sidang Praperadilan Ramli Sembiring, Begini Kata Ahli

Dalam Sidang Praperadilan Ramli Sembiring, Begini Kata Ahli

Dalam Sidang Praperadilan Ramli Sembiring, Begini Kata Ahli

Sukhairi Diduga Mangkir dari Panggilan Polda Sumut terkait PPPK 2023.

Kajati Sumut Tuntut Pidana Mati 56 Terdakwa Narkotika: Sampaikan Kinerja saat RDP Dengan Komisi III DPR RI
