Greenpeace; Reklamasi Pantai Mawatu Menguntungkan Pebisnis dan Oligarki, Merugikan Nelayan Kecil

Edi dalam pernyataannya menegaskan bahwa reklamasi itu bukan kegiatan yang haram. "Reklamasi itu bukan kegiatan yang haram," kata Edi seperti dilansir dari detik.com.
Menurut Edi, reklamasi dilakukan untuk menekan abrasi. "Reklamasi itu bagian dari upaya penyelamatan. Jadi yang itu reklamasi atau semacam kegiatan untuk menahan abrasi," katanya.
Baca Juga:
Afdil, Juru Kampanye Kelautan Greenpeace menyebut reklamasi yang dilakukan oleh Mawatu Resort adalah bentuk perampasan ruang laut.
"Lebih banyak untuk kepentingan pebisnis, pengusaha atau oligarki dan mengabaikan kepentingan ekologi dan komunitas," kata Afdil kepada Jurnalis media ini. Senin, [10/3] sore.
Menurut Afdil hal ini dampak buruk dari UU Cipta Kerja [Ciptaker]. "Yang mana seharusnya UU Ciptaker ini untuk kesejahteraan rakyat, tapi beberapa tahun terakhir, gagal menciptakan kesejahteraan rakyat yang ada UU Ciptaker ini sebagai alat yang efektif untuk merusak lingkungan dan merampas ruang hidup masyarakat termasuk kawasan pesisir," ungkapnya.
Kata Afdil, pembangunan tersebut untuk kepentingan tourisme, namun yang diuntungkan adalah para pengusaha dan oligarki dan masyarakat kecil atau masyarakat lokal selalu jadi korban.
"Dan yang menarik di sini adalah bagaimana mereka menjerumuskan nelayan kecil untuk melakukan penambangan ilegal dengan pihak yang punya proyek bisa cuci tangan.
Sehingga nelayan kecil yang dituduh melakukan penambangan ilegal. Dan ini adalah sesuatu yang secara logika kemanusiaan tidak bisa diterima," jelasnya.
Dia melanjutkan, ketika proses dari projek ini tidak berjalan, yang disalahkan adalah rakyat kecil tapi penegak hukum tidak mampu mengejar pihak pengusaha.
"Ketika penambangan liar terbongkar, Seharusnya penegak hukum bisa mengejar sampai tuntas, tidak boleh berhenti sampai pada nelayan kecil, tetapi harus sampai pada siapa yang mendapatkan manfaat dari penambangan tersebut, yaitu Proyek Mawatu resort. Jadi penegakan hukum tidak pandang bulu," tegasnya.
Menurut dia, ada aturan yang harus dihormati bersama yaitu etika dimana para pengusaha dan oligarki ini sudah merusak lingkungan.
"Membabat hutan mangrove, memagari laut tentu apa yang dianggap tidak melanggar aturan itu dibanyak kasus belum tentu benar, yang walaupun pemerintah menganggap proyek reklamasi itu tidak melanggar aturan, tetapi secara etika lingkungan itu tidak benar," lanjutnya.
Afdil juga menegaskan bahwa reklamasi dan pembabatan mangrove yang dilakukan oleh Mawatu Resort tidak hanya merusak ekosistem laut tetapi juga komunitas yang ada di sekitar wilayah pesisir.
"Membabat mangrove, memagari laut akan berdampak buruk pada ekosistem dan juga menghalangi akses nelayan terhadap sumber kehidupan mereka. Seharusnya pemerintah hari ini seharusnya konsen untuk bagaimana pemulihan ruang laut dan pesisir kita yang terdampak berbagai ancaman seperti Krisis iklim, pemutihan karang dan alih fungsi hutan mangrove, pencemaran dan seterusnya yang merugikan nelayan kecil masyarakat di sekitar pesisir. Pemerintah Indonesia yang sudah berkomitmen untuk memperluas kawasan lindung laut seluas 30% di tahun 2045 seharusnya mencegah pengrusakan kawasan pesisir, bukan sebaliknya mengizinkan pengrusakan dan perampasan. Tapi dengan banyaknya proyek di kawasan pesisir ini tidak sejalan dengan semangat itu. Jauh panggang daripada api," jelasnya
Dalam keterangan pers Lanal Labuan Bajo yang diperoleh media ini, Lanal Labuan Bajo menemukan beberapa dugaan awal pelanggaran terkait penambangan pasir laut oleh Mawatu Resort.
Salah satunya adanya ketidaksesuaian titik koordinat penambangan pasir laut dengan yang tercantum dalam Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut [PPKPRL].
Selain itu, pihak resort tidak memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Pasir Laut. Lanal Labuan Bajo memperkirakan kerugian negara akibat aktivitas ilegal ini mencapai Rp1,8 miliar.
"Pertanyaanya adalah mereka [Mawatu] sudah mengurus dokumen perizinan atau tidak," tanya Afdil.
Menariknya, kata Afdil kalau rekalamasi itu ketahuan atau diawasi mereka mengurus izin, kalau tidak ketahuan atau tidak diawasi mereka tidak urus izin. "Sekarang modusnya begitu," pungkasnya.

Lembaga Hikma dan Kebijakan Publik Meminta Mawatu Resort Hentikan Proses Reklamasi

Gatot Suyanto; Soal Pagar Laut Hotel Mawatu Belum Ada Sertifikatnya

Abi Salim Bertemu Lanal Labuan Bajo Sebelum Para Penambang Dilepaskan

Walhi NTT Buka Suara Soal Reklamasi Pantai Mawatu Resort

Mangrove Dibabat Hingga Laut Dipagar, Mawatu Resort Menolak Bertemu Wartawan
