Sikap Floresa terkait Penanganan Kasus Kekerasan oleh Polisi Terhadap Pemimpin Redaksi, Herry Kabut

Ven Darung - Selasa, 25 Februari 2025 09:50 WIB
Sikap Floresa terkait Penanganan Kasus Kekerasan oleh Polisi Terhadap Pemimpin Redaksi, Herry Kabut
Istimewa
Demonstrasi di Polres Manggarai menuntut keadilan atas kasus kekerasan terhadap Pemred Floresa, Herry Kabut
bulat.co.id - LABUAN BAJO |Setelah empat bulan menunggu langkah Polri menangani kasus kekerasan yang dilakukan anggota institusi itu terhadap jurnalis dan Pemimpin Redaksi Floresa, Herry Kabut, kami mendapatkan hasil yang mengecewakan.

Sidang Etik yang diadakan Propam NTT di Polres Manggarai pada 24 Februari 2025 memutuskan bahwa pelaku kekerasan itu hanya satu orang, yaitu polisi bernama Hendrikus Hanu.

Advertisement

Meskipun Hendrikus kemudian dinyatakan bersalah, namun sidang itu juga memutuskan memberinya sanksi meminta maaf lisan kepada korban dan minta maaf tertulis kepada Kapolri, Listyo Sigit Prabowo.

Baca Juga:

Sebelumnya, proses hukum tindak pidana kasus ini dihentikan oleh Polda NTT pada 6 Januari 2025 dengan alasan "tidak cukup bukti."

Sementara pernyataan permintaan maaf membuktikan bahwa Polri mengakui adanya kekerasan seperti yang kami laporkan, penanganan kasus ini menunjukkan bahwa institusi Polri memaafkan dirinya sendiri dan mengabaikan kewajiban untuk mengusut kasus ini secara tuntas.

Ini adalah praktik impunitas yang dipamerkan secara terang-terangan.

Insiden kekerasan terhadap jurnalis kami terjadi pada 2 Oktober 2024 saat Herry sedang menjalankan tugas, meliput aksi protes warga Poco Leok di Kabupaten Manggarai menolak proyek geotermal.

Sekelompok anggota Polri yang sedang mengamankan proyek itu menarik dan memiting leher Herry serta memukulnya sampai luka di sejumlah bagian tubuh. Warga yang berupaya mendokumentasikan peristiwa itu dikejar.

Kami melaporkan kasus itu kepada Polda NTT di Kupang pada 11 Oktober, setelah sanksi bahwa kasus ini akan diproses jika melaporkannya ke Polres Manggarai yang merupakan kesatuan pelaku.

Namun, harapan kami untuk sebuah proses yang berpihak pada keadilan tidak tercapai.

Keputusan Polri menghentikan proses pidana kasus ini dan proses oleh Propam yang hanya berujung sanksi meminta maaf menunjukkan bahwa institusi Polri menoleransi tindakan anggotanya melakukan kekerasan terhadap jurnalis.

Hal ini menunjukkan Polri tidak sungguh-sungguh menjamin keamanan jurnalis.

Sekali lagi, ini adalah bagian dari praktik impunitas yang sedang dipertontonkan institusi kepolisian.

Editor
: Ven Darung
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru