Irna Minauli: Indonesia Butuh Pusat Rehabilitasi Kecanduan Game Online
bulat.co.id - Pandemi Covid-19 di Indonesia yang sudah bisa terkendali membuat sejumlah kegiatan masyarakat kembali normal. Namun masa pandemi menciptakan kebiasan baru pada anak yang harus diwaspadai oleh orang tua. Selama pandemi, banyak aktivitas yang harus dilakukan secara daring. Misalnya, kegiatan belajar mengajar dan lain sebagainya. Hal ini memicu kecanduan bermain gadget terutama game online pada anak meningkat.
Praktisi ilmu psikolog, Irna Minauli menyatakan, bahwa pusat rehabilitasi untuk kecanduan narkoba banyak tersedia, namun untuk kasus kecanduan game online belum ada. Hal tersebut menjadikan ibu dari 4 anak tersebut, bertekad untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang anak yang kecanduan game online.
Baca Juga:
" Anak atau remaja kecanduan narkoba sudah ada pusat rehabilitasinya tapi kecanduan games belum ada. Iniliah konsern saya untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang anak kecanduan game online, " Ujarnya.
Seorang anak yang sudah kecanduan bermain game online biasanya akan menunjukan efek negatif yang cinderung berbohong, menipu, mencuri, tidak ada motifasi belajar, konsentrasi menurun, tidak mampu membaca hingga 30 menit, mengalami depresi mungkin juga perilaku agresif hingga menerima cyber bullying.
Irna Minauli juga menjelaskan, orang tua terkadang lalai karena tidak memberi limit penggunaan gadget pada anak dan juga terlalu dini memberikan fasilitas gadget. Menurutnya, anak 0-2 tahun tidak boleh diberi gadget dan penggunaan gadget pada anak hingga remaja dibatasi maximal satu hari hanya 2 jam saja. Kekhawatiran terbesarnya adalah bermula dari bermain game merembet ke pornografi, menjadi pelaku dan beresiko berkenalan dengan orang berniat jahat.
" Orang tua terkadang lupa dengan pembatasan penggunaan gadget pada anaknya. Seharusnya anak dan remaja, menurut saya hanya diperbolehkan menggunakan handphone paling lama dua jam dalam sehari. Dan juga kontrol terhadap penggunaan nya harus ditingkatkan agar anak maupun remaja tidak merembet ke pornografi, " Tegasnya.
Kaspersky Lab pada tahun 2019 merilis riset mengenai bagaimana sebuah teknologi telah merubah cara orang dalam menjalani hidup. Hasilnya, ditemukan 52% orang yang berusia 55 tahun ke atas mengaku tidak memiliki pengetahuan tentang teknologi. Hal tersebut yang mengakibatkan kesempatan anak maupun remaja terbuka untuk mengakses situs pornografi ataupun konten kekerasan.
(WA)