Kisah Enam Anak di Flores Timur: Jualan Kue dan Kadang Tak Makan Dari Pagi Sampai Sore Karena Ketiadaan Beras

Kisah Enam Anak di Flores Timur: Jualan Kue dan Kadang Tak Makan Dari Pagi Sampai Sore Karena Ketiadaan Beras
- Rabu, 15 Maret 2023 21:17 WIB
Kisah Enam Anak di Flores Timur: Jualan Kue dan Kadang Tak Makan Dari Pagi Sampai Sore Karena Ketiadaan Beras
Foto: bulat.co.id/Yurgo Purab
enam orang anak bersama tetangga sedang nimbrung di bale-bale kayu.
bulat.co.id -Sejak ditinggal mendiang almahrum bapak Yohanes Kalvin Mage, Dominikus Demon (24) dan kelima adik perempuannya kini hidup sendiri bersama ibu kandungnya Katarina Kewa Kolin di Kelurahan Pohon Bao, Kecamatan Larantuka Kabupaten Flores Timur.

Sang ibu Katarina pandai membuat berbagai jenis kue dan menjajakannya kepada warga di sekitar pemukiman kompleks perumahan Batu Ata di Kota Larantuka.

Kedua anaknya, Maria Magdalena Mage (14) dan Yuliana Veronika Tuto Mage (14), dua gadis yang kini mengenyam pendidikan SMP di kota tersebut, pagi-pagi buta harus menggandeng stoples yang berisi roti goreng, kue donat dan juga kue dadar hasil buatan ibunya.

Karena kebutuhan ekonomi rumah tangga, sang ibu pun harus berhutang pada rentenir demi mencukupi kebutuhan hidup. Dan berharap, dari hasil jualan kue, Katarina bisa mengembalikan pinjamannya dan juga bisa cukup untuk membiayai sekolah keempat anaknya.

Namun utang milik Katarina pun juga menemui kata lunas. Malah membengkak dari hari ke hari dan belum bisa dibayar.

Karena utang yang belum lunas, pada tanggal 7 Januari 2023, Ibu Katarina Kewa Kolin berangkat ke Kalimantan guna mencari kerja di sana. Tinggalah keenam anaknya hidup sebatang kara.
Baca juga:FransFile Manihuruk Putra Asahan Berprestasi, Kejar Gelar Doktor Olahraga Muda Diusia 24 Tahun


Memanggul Utang Ibu, Jadi penjual Kue

Bermodalkan ajaran ibunya, Anastasia Febriana Mage (18), gadis SMA itu membuat kue dan menjajakan hasil jualannya pada pagi hari.

Ia bangun jam dua subuh, mencampur tepung terigu dengan mentega, garam dan bibit roti, serta membiarkannya beberapa menit, lalu menggoreng dan menjajakannya kepada warga. Ia dibantu dua adiknya Maria Magdalena Mage dan Yuliana Veronika Tuto Mage.

Jam 06.00 pagi kedua adiknya berjualan keliling kampung. Kedua adiknya yang sekarang duduk dibangku SMP ini harus pulang lebih awal jam 06.30 karena mereka harus menyiapkan diri dan bergegas ke sekolah dengan jarak 2-3 kilo meter jauhnya dengan berjalan kaki.

"Saya diajarkan ibu buat kue. Kami keluarkan uang 86.000-90.000 buat kue. Kami dapat untung kadang 50.000 kadang juga 60.000," cerita Anastasia Febriana Mage (18) pembuat kue.

Dari hasil jualan kue, akhirnya mereka pergunakan untuk membiayai kebutuhan hidup mereka. Ada juga yang mereka gunakan untuk membayar utang ibunya. Bahkan, saat mereka sedang berjualan, di jalan ada rentenir yang memalak mereka untuk segera memotong utang ibunya.

Sehingga mereka harus pulang ke rumah dengan membawa uang 5000 dari hasil jualan kue. Memang tak ada modal sehingga mereka kerap kewalahan untuk kembali membuat kue. Sesekali, kisah Anastasia, ia tidak ke sekolah hanya karena ingin buat kue dan menjual kue demi kebutuhan hidup dan membayar utang ibunya.

"Kerja bayar utang. Kalian mau makan kah, tidak makan itu urusan korang (kalian). Mereka tagih terus, kadang ganggu fokus belajar saya di sekolah juga," kata Anastasia, siswa SMA menirukan ucapan rentenir.
Baca juga:Azan Sinaga, Dari Reporter TV Hingga Jadi Kepala Desa

Beras Habis, Tidak Makan Dari Pagi Sampai Sore dan Hanya Tidur


Siapa yang tidak terenyuh mendengar kisah keenam kaka beradik yang hidup sendiri sejak ditinggal pergi ibunya karena terlilit utang.

Mereka harus hidup sendiri dan mandiri. Di tengah kehidupan yang mereka jalani, keenam kaka beradik itu kerap mengalami situasi ketiadaan makanan. Mereka rela menahan perut dari pagi sampai sore dengan tidur. Hal itu terjadi bukan sekali tapi berulang kali.

Mereka bahkan hanya mencicipi seteguk air untuk bertahan dan tertidur pulas hingga sore menjemput.

"Kadang sehari tidak makan. Dan kami minum air lalu tidur dari pagi sampai sore," kisah Anastasia Febriana Mage (18) yang diamini oleh adik-adik dan kakanya.

Keenam kakak beradik tersebut begitu rapi membungkus situasi hidup mereka dengan diam. Mereka layaknya berpuasa. Mereka tidak mau minta-minta pada siapa pun. Mereka diam meski perut mereka harus membutuhkan sesuatu untuk diisi.

Kisah hidup mereka ini tak juga diketahui banyak orang. Tetangga rumah Halima Anwar (42) kadang mengetahui kejadian itu dan membantu seperlunya.

Apalagi sebagai ibu rumah tangga, Halima punya filling meski keenam anak itu tidak memberitahukan kondisi mereka saat itu.

"Mereka tidak pernah mengeluh beras tidak ada. Air galon saja mereka sulit beli apalagi air mandi. Kadang mereka pergi sekolah hanya cuci muka saja," tutur Halima.

"Yang membuat saya salut itu kekurangan mereka di dalam rumah itu banyak orang tidak tahu. Mereka tahan diri. Kalau saya panggil suara tidak ada. Maka mereka tidak makan. Mereka tidur saja itu. Di situ saya panggil untuk makan," kata Halima Anwar tetangga keenam kakak beradik tersebut, menambahkan.

Halima berharap usia anak-anak tersebut sedang dalam proses pertumbuhan, dan hal itu mereka butuh senang-senang. Saya takut mereka depresi.

"(Saya) rasa lingkungan ramai jadi mereka tidak terlalu tertekan. Takutnya mereka depresi kalau orang datang tekan mereka tagih utang. Umur begini kan usianya senang-senang," beber Halima.

Yosua Mage (22) anak kedua dari Bapak Yohanes Kalvin Mage dan Ibu Katarina Kewa Kolin mengatakan mereka sering ditelpon oleh ibunya dalam waktu dua hari sekali.

Meski begitu, ketiga adiknya tetap semangat bersekolah. Mereka tidak parah arang. Dalam keterbatasan, mereka tetap riang gembira sama seperti anak-anak seusianya.

Advertisement
Halaman :
Editor
:
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru