Harga Karet di Sumut Merosot
"Nah bagi petani yang bermitra dengan crumb rubber atau pabrik karet,
mereka mendapatkan harga yang wajar sekitar Rp 11 ribu sampai Rp 13 ribu. Nah
yang tidak bermitra inilah yang menjadi masalah, yang bermitra paling sekitar 5
persen, sekitar 10 kelompok, itu ada di Deli Serdang, Sergai, sama Langkat. Di
Sergai saja paling hanya 3 kelompok. jangankan untuk mencapai harga karet
bagus, tapi yang wajar belum bisa kita berikan. sementara pasokan ke pabrik
sudah mulai sedikit, sementara biaya produksinya pabrik karet tinggi dan
pasokan tidak ada," jelas Zulkifli.
Baca Juga :Plt Bupapti Langkat Proses Ambil Alih Dermaga Ex Japex
"Sekarang kita punya program peremajaan karet. Satu orang pun petani tidak
ada yang mau, mereka bilang untuk apa peremajaan karet sementara harga karet
rendah dan tidak berpihak kepada rakyat," kata Zulkifli.
Berdasarkan data dari Disbun Sumut, perkebunan karet pada tahun 2022 memiliki
lahan seluas 460.320 hektar dengan produksi 368.307 ton. Dengan rincian lahan
perkebunan rakyat seluas 369.392 hektar dengan produksi 310.020 ton, lahan PTPN
seluas 32.068 hektar dengan produksi 33.763 ton, dan lahan perkebunan besar
swasta seluas 58.859 hektar dengan produksi 24.524 ton.
Namun begitu, produksi karet hanya 42 persen terpenuhi untuk pabrik karet,
padahal pada tahun 2021 kapasitas terpasang untuk karet sebanyak 886.484 ton
dari 35 perusahaan pengolah karet. Pada tahun 2022, produksi karet di Sumut
sebanyak 368.307 ton, namun hingga pertengahan tahun 2023 ini, Sumut mengalami
defisit bahan baku karet mencapai 58 persen atau 518.177 ton.
"Produksi karet itu cuma 42 persen terpenuhi untuk crumb rubber,
selebihnya kosong tidak mencukupi. 58 persen lagi itu tidak ada pasokannya.
itulah yang kondisi crumb rubber sekarang. Semua daerah saat ini merata minim
produksinya. Semua daerah ingin beralih, tapi tak sepenuhnya petani kita mampu
untuk beralih ke karet sebenarnya. Jadi mereka biarkan saja lah, paling
diberes-bereskannya dan disimpankannya, kan tahan lama," kata Zulkifli.
"Nanti kalau sudah banyak dijualnya, nah sekarang minat petani untuk
memproduksi karet sudah tidak ada lagi. cuma mungkin karena masih ada karetnya
ya disadap-sadapnya juga, artinya tidak langsung dijual, disimpan dulu baru
dijual," ucapnya.
Saat disinggung terkait kondisi harga karet, ia belum dapat memastikan kapan
anjloknya harga ini akan berakhir.
"Kita belum tahu sampai kapan kondisi harga ini, sudah 20 tahun harga
karet kita anjlok. yang masih stabil harga paling di kemitraan itu pun tidak
banyak. Petani kan mengharapkannya itu Rp 15 ribu zaman dulu. ini sekarang kan
Rp 7000, itu tahun 2005 sudah segini harganya," pungkasnya. (dhan/ant)
Baca Juga: