Harga Emas Menguat 0,04%
bulat.co.id - Harga emas terus merangkak naik. Pada perdagangan Selasa (13/9/2022) pukul 06.18 WIB, harga emas dunia di pasar spot berada di US$ 1.724,74 per troy ons. Harga emas menguat 0,04%.
Harga tersebut adalah yang tertinggi sepanjang bulan ini. Penguatan hari ini memperpanjang tren positif emas. Sejak Rabu pekan lalu, harga emas terus menguat, kecuali pada Kamis. Pada perdagangan kemarin, Senin (12/9/2022), harga emas juga menguat 0,46% ke posisi US$ 1.724,07 per troy ons.
Baca Juga:
Dalam sepekan, harga emas sudah menguat 1,38% secara point to point. Dalam sebulan, harga emas masih amblas 4,3% sementara dalam setahun anjlok 4,4%.
Analis OANDA Craig Erlam mengatakan penguatan emas ditopang oleh merosotnya kinerja dolar Amerika Serikat (AS) serta ekspektasi pasar yang positif jelang pengumuman data inflasi AS.
Indeks dolar kemarin ditutup di posisi 108,33 atau posisi terendahnya sejak 19 Agustus 2022. Dolar AS terus melemah begitu bank sentral Eropa mengerek suku bunga acuan mereka sebesar 75 bps pada Kamis pekan lalu. Kenaikan suku bunga ini ikut menguatkan euro sementara sebaliknya melemahkan dolar AS.
Dilansir CNBC, emas pun menjadi kian menarik karena lebih murah dan terjangkau untuk dibeli.
"Dolar AS sudah terlempar dari posisi tertingginya. Kondisi ini membantu pemulihan harga emas. Kita juga melihat kalau ekspektasi pasar cenderung positif melihat data inflasi," tutur Erlam, seperti dikutip dari Reuters.
Seperti diketahui, AS akan mengumumkan data inflasi untuk Agustus pada malam nanti. Pasar berekspketasi inflasi akan melandai ke 8,1% (year-on-year/yoy) dari 8,5% pada Juli.
Melandainya inflasi diharapkan bisa mengurangi kebijakan agresif bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed). Data inflasi merupakan salah satu indikator yang dipertimbangkan The Fed dalam menentukan suku bunga acuan pada 20-21 September mendatang.
"Penguatan emas akhir akhir ini tidak akan berlangsung lama jika inflasi AS naik dan membuat The Fed semakin agresif dalam menaikkan suku bunga acuan," tutur Han Tan, analis dari Exinity kepada Reuters. (Red)