Densus 88 Gelar Dialog Kebangsaan di Labuan Bajo, Habib Bob Kribo Jadi Pembicara

Ven Darung - Selasa, 22 Agustus 2023 12:00 WIB
Densus 88 Gelar Dialog Kebangsaan di Labuan Bajo, Habib Bob Kribo Jadi Pembicara
Ven Darung
Habib Zein Bin Assegaf atau Habib Kribo saat memaparkan materi dalam acara Dialog Kebangsaan yang digelar Densus 88 di Labuan Bajo. Senin, (21/8)

bulat.co.id -LABUAN BAJO | Densus 88 menggelar dialog kebangsaan di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, dengan menghadirkan pembicara Habib Bob Kribo, Senin, (21/8/23).

Advertisement

Dialog kebangsaan dengan pembicara Habib Bob Kribo itu merupakan bagian dari upaya untuk menekan pertumbuhan dan penyebaran paham intoleran, radikallisme dan terorisme.

Baca Juga:


Baca Juga :Kapolda NTT Tak Temui Masa Aksi Cipayung Plus Kota Kupang, ini Alasannya

Di mana saat ini, upaya untuk menekan pertumbuhan dan penyebaran paham intoleran, radikalisme dan terorisme di Manggarai Barat-NTT terus saja dilakukan Densus 88.

Dari data yang dihimpun, dalam tiga bulan terakhir, team Idensos Satgaswil NTT Densus 88 AT Polri sudah tiga kali melakukan sosialisasi tentang bahaya intoleransi, radikalisme dan terorisme di tiga desa, yakni Desa Warloka (13/06/2023) di Kecamatan Komodo, Desa Watu Wangka (01/08/2023) dan Desa Golo Ndoal (07/08/2023) di Kecamatan Mbeliling.

Kegiatan yang digelar di aula youth center Gereja Paroki Roh Kudus Labuan Bajo itu dihadiri sekitar 60 orang peserta, yang terdiri dari tokoh agama (Katholik, Kristen Protestan, Islam, Hindu), Pemda, Kemenag, ormas, tokoh masyarakat dan tokoh adat, maupun eks anggota.

Ketua FKUB Manggarai Barat, Romo Rikardus Mangu, Pr, dalam sambutannya mengungkapkan, di Manggarai Barat sesungguhnya tidak ada masalah antara penganut agama, yang ada hanyalah terdapat segelintir orang memiliki pemahaman yang sedikit keluar dari ajaran-ajaran agama. Atau orang-orang yang lebih menghormati agama tetapi menyenggol keberadaan negara.



Kata dia, toleransi di Manggarai Barat menjadi makanan sehari-hari. "Toleransi merupakan tradisi yang telah diwariskan sejak jaman nenek moyang kami," ucapnya.

Ia pun mengukapkan fakta, bahwa tanah tempat bangunan gereja paroki Roh Kudus Labuan Bajo didirikan, adalah tanah pemberian tokoh adat yang notabene beragama Islam.


Baca Juga :Kapolda NTT: AMMTC ke-17 Membuat Labuan Bajo Makin Populer


Lanjut dia, Gereja Katolik di Flores sudah sejak lama memahami dan menjalani kehidupan yang toleran melalui tindakan nyata, dengan selalu berupaya memanusiakan manusia.

"Gereja Katolik membangun sekolah, rumah sakit bahkan jalan, yang dimanfaatkan dan dinikmati oleh seluruh masyarakat tanpa memandang perbedaan agamanya," tandas Romo Rikar.

Menurutnya, berbagai hal tersebut dilakukan Gereja Katholik Flores, karena dilandasi satu pemahaman bahwa beragama harus mampu memanusiakan manusia.

Sejalan dengan Romo Rikar, Habib Zein Bin Assegaf atau Habib Kribo selaku pembicara utama dalam dialog kebangsaan tersebut, mengakui begitu tingginya toleransi dan religiusitas pada orang NTT.

"Saya pikir orang NTT itu sudah menjadi manusia sebelum beragama. Sehingga ketika beragama, dia kemudian memanusiakan manusia," ungkap Habib Zein.

Agama, menurutnya harus ditujukan untuk memanusiakan manusia, bukan membinatangkan sesama. Ia pun menjelaskan, dalam ajaran Kristen misalnya, iman itu selalu dihubungkan dengan kasih, orang kalau tidak berbuat kasih berarti kafir, tidak beriman. Begitu juga dalam Islam, seseorang dikatakan belum beriman sebelum dirinya mencintai orang lain seperti mencintai dirinya sendiri.

"Dibilang mencintai orang, bukan mencintai sesama muslim saja, tetapi kepada semua manusia. Ketika output kehidupan beragama kita bukan kasih, berarti kita kafir," ucap Habib Kribo.

Baginya, toleransi itu sifatnya mutlak, karena puncak dari akal manusia adalah toleransi. "Jadi kalau manusia itu tidak toleran berarti sudah ngga benar, kenapa? karena Tuhan sendiri itu toleran. Kalau Tuhan saja toleran masa umat beragama tidak mau bertoleransi," kata Habib Kribo.




Dia juga menegaskan, bahwa sebagai orang Indonesia, kita bersyukur memiliki Pancasila, karena dengan Pancasila segala perbedaan yang ada bisa disatukan, bahkan bagi Habib berambut gondrong ini, kedudukan Pancasila setara dengan piagam Madinah. "Kalau jaman Nabi ada piagam Madinah untuk mengelola berbagai perbedaan, di Indonesia kita memili Pancasila," ucapnya tegas.

Pada moment tersebut, Habib berambut ikal dan gondrong ini juga menceritakan pengalamannya selama berada di Labuan Bajo. Menurutnya Labuan Bajo begitu indah. Ia berharap agar senantiasa menjaga daerah ini dari paham-pahan Intoleran, radikalisme dan terorisme. Menurutnya, sekali saja ada ledakan bom di Labuan Bajo, maka orang-orang akan enggan berkunjung. Berbagai keindahan alam yang ada pun akan menjadi sia-sia.


Baca Juga :Negara ASEAN Bersatu Tanggulangi Kejahatan Transnasional di Era Globalisasi


"Pada saat ke Golomori, saya lihat begitu indahnya tempat itu, dalam hati berkata semoga saja tidak ada orang radikal di sini, sebab sekali saja ada letupan, maka selesai semuanya," ujar Habib Kribo.

Pada sesi tanya jawab, terdapat tiga orang dari peserta yang diberikan kesempatan untuk menaggapai ataupun memberikan pernyataan, yakni Ardi Dahim (FKDM), Hajenang, S.H (Muhamadiyah) dan Robhani (NU).

Bagi Ardi Dahim persoalan yang paling ditakutinya di Labuan Bajo bukanlah persoalan toleransi, karena sejak dahulu sikap toleran sudah terwariskan secara turun-temurun dari para leluhur, justru yang paling ditakutinya adalah persoalan monopoli ekonomi oleh pihak luar dan sepak terjang para mafia tanah. Ia resah satu saat nanti hal ini bisa memunculkan konflik.

Senada dengan Ardi, Labuan Bajo bagi Hajenang adalah kota kasih, tingkat toleransinya sangat tinggi. "Dalam satu rumah di Labuan Bajo, penghuninya bisa terdiri dari 2 atau lebih penganut agama yang berbeda. Sehingga bicara toleransi di Labuan Bajo ini, sebenarnya kita sudah khatam pak," ungkapnya.

Hajenang pun mengatakan bahwa persoalan yang sedang terjadi sebenarnya adalah munculnya berbagai wacana dan cara paham baru, dari luar yang mencoba merasuki masyarkat lokal. Fenomena ini menurutnya, harus segera dipikirkan dan didiskusikan bersama oleh seluruh stakeholder yang ada.

Selain menjelaskan sistem kekerabatan orang Manggarai yang begitu kuat, sebagai fondasi dasar bagi terciptanya budaya toleransi yang kokoh, Rohbani, penanya terakhir, meminta kepada Habib Zein untuk menjelaskan bagaimana berbagai pemikiran radikal itu bisa muncul, apakah sengaja diciptakan oleh pihak lain diluar Islam? Karena menurutnya, dalam Islam sendiri, tidak mengajarkan orang menjadi intoleran, radikal, apalagi menjadi teroris.

Menanggapi pertanyaan Rohbani, Habib Kribo pun menjelaskan, bahwa kelompok radikal dan terorisme sesungguhnya sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad, bahkan nabi telah memberikan isyarat terkait kelompok-kelompok Islam radikal ini. Mereka, kata Habib Zein, diisyaratkan oleh nabi sebagai orang yang membaca Al Quran hanya sampai di tenggorokan saja.

Bukti nyata dari eksistensi kelompok radikal ini pada zaman nabi, lanjut Habib Kribo, dimana setelah nabi wafat, semua keluarga, termasuk menantu dan sahabatnya nabi, Ali bin Abi Tholib dibunuh dan dipenggal oleh sesama umat Islam, yakni kelompok khawarij. Jadi kelompok radikal dan terorisme yang ada hari ini, sebenarnya sudah ada sejak zaman nabi. Saat ini mereka terus berkembang dan menimbulkan berbagai teror. Syukurlah kita di Indonesia, memiliki Densus 88 dalam menghadapi dan mencegah berbagai tindakan radikal dan teroris yang ingin menghancurkan bangsa ini.

"Selama ini kita bisa tidur nyenyak, karena ada Densus 88. Kalau tidak ada Densus, saya ngga tau, apa yang terjadi dengan negara ini," ucap Habib Kribo.

Pada kesempatan tersebut, Habib Kribo juga menjelaskan terkait peran penting Muhamadiyah dan NU dalam menagkal berbagai upaya kaum radikal dan terorisme yang ingin menghancurkan bangsa ini.

Ia juga meminta, agar semua warga negara, harus benar- benar menjaga dan mencintai negara ini dari barbagai rongrongan kaum radikal dan teroris.

"Kita harus peduli dengan bangsa ini. Indonesia adalah negara paling indah. Tuhan kasih bangsa ini dengan segala kehebatannya. Islam itu ada di sini, Katolik juga ada di sini, Protestan juga ada di sini, Hindu dan Budha pun ada di sini. Indonesia benar-benar diberkati Tuhan. Kita duduk saat ini, saya yakin Yesus dan Muhammad tersenyum," tutur Habib Zein Bin Asegaf mengakhiri pembicaraan.

Masifnya kegiatan sosialisasi yang dilakukan Tim Idensos NTT Densus 88 AT bukanlah tanpa alasan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa terdapat puluhan warga Manggarai Barat yang teridentifikasi sudah terpapar dan bergabung dengan organisasi radikal dan terorisme.

Giat sosialisasi terkait bahaya intoleransi, radikalisme dan terorisme yang selama ini dilakukan, ternyata memberikan pengaruh yang sangat signifikan, sesetidaknya pada (15/08/2023) lalu, 14 orang yang terdiri dari 12 orang warga Manggarai Barat anggota Khilafatul Muslimin, 1 orang warga Manggarai Timur anggota Jamaah Islamiah dan 1 orang warga Ende anggota Jamaah Ansorut Daulah, dengan sadar melepas bai'at pada organisasinya dan menyatakan sumpah setia kembali ke NKRI dan mengakui Pancasila sebagai satu-satunya Ideologi Negara.

Keberhasilan team Idensos SGW NTT Densus 88 AT Polri mengajak 14 orang eks anggota organisasi radikal kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, tidak menyurutkan niat dari kesatuan ini untuk terus memerangi radikalisme dan terorisme di Manggarai Barat.


Halaman :
Editor
:
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru