Tua Golo Wae Kesambi Sebut Haji Ramang Ishaka Bukan Keturunan Dalu
bulat.co.id - LABUAN BAJO | Tua Golo Wae Kesambi atau Fungsionaris adat ulayat Wae Kesambi, Hendrikus Hadirman menyebut Haji Ramang Ishaka yang selama ini disebut sebut sebagai ahli waris dalu, ternyata bukan keturunan Dalu.
Hendrikus, saat diwawancara pada Sabtu, [15/6] di Labuan Bajo, dengan tegas mengatakan bahwa sistem kedaluan sudah tidak berlaku lagi. Pasalnya, jabatan kedaluan sudah dihapus pada tahun 1961.
Baca Juga:
"Jabatan dalu itu sudah dihapus sejak tahun 1960 an. Itu diikuti dengan keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang UU Pokok agraria," ujarnya.
Pernyataan Hendrikus Hadirman merujuk pada jabatan Haji Ramang Ishaka yang sering dijadikan saksi di Pengadilan dalam setiap perkara perdata antara para pihak yang bersengketa di pengadilan. Haji Ramang selalu dielu elukan lantaran posisinya sebagai Ahli Waris fungsionaris adat ulayat Nggorang.
"Kalau sebenarnya kan begini, statusnya dia (Ramang Ishaka) itu kan sama dengan saya, hanya bedanya dia (Ramang) statusnya Ahli Waris bapak Haji Ishaka (mantan Dalu ulayat Nggorang sekaligus ayah dari Haji Ramang Ishaka), bukan Ahli Warisnya Dalu (Ishaka). Dia (Ramang) mungkin ya, sekaligus Ahli Waris dari bapak Haji Ishaka yang Kebetulan pernah menjabat itu (Dalu)," ujarnya.
"Bapaknya itu dulu pernah menjabat Dalu. Sehingga orang sering sebut (Haji Ramang Ishaka) Ahli Waris Dalu. Sebenarnya Dalu itu jabatan. Sama seperti (jabatan) Camat Komodo," ujarnya.
Hendrikus Hadirman menganalogikan jabatan "Dalu" itu seperti jabatan pemerintahan ditingkat Camat. Karena itu, pemangku Dalu tidak bisa menata tanah. Yang berhak menata tanah adalah "Tu,a Golo".
"Kalau sebagai Dalu tidak (Bisa menata Tanah). Karena dia pemerintahan. Kecuali dia punya jabatan sebagai tua adat. Namun demikian, semacam saya. Saya ini tua golo (Wae Kesambi) sekarang. Semua tanah adat telah selesai dibagi pada tahun 1991," ujarnya.
"Hanya memang jabatan (tua golo) itu harus tetap ada sampai kapan pun. Disetiap Beo (kampung) itu harus ada Tua Golo. Salah satu tugas kita yaitu mengamankan segala kebijakan Tua Golo terdahulu , kepada warga masyarakat adatnya maupun yang bukan masyarakat adat tapi dia sudah datang Kapu Manuk-Lele Tuak," ujarnya.
Karena itu, kata dia, seorang Tua, Golo tidak memiliki hak lagi untuk membatalkan penataan tanah yang telah diatur oleh Tu,a Golo sebelumnya. Kecuali kalau menegaskan apa yang belum didokumenkan.
"(Tua Golo) Tidak bisa membongkar lagi ketetapan Tua Golo sebelumnya. Dia hanya menegaskan. Hendrik menjelaskan bahwa ada perbedaan antara penegasan dan pengukuhan.
"Menegaskan dan pengukuhan itu beda. Pengukuhan itu didasari dia mengantongi surat. Misalnya dia sudah mengantongi surat dari Gua Golo. Dan Semacam saya disini (Tua Golo) ada surat dari saya sebagai Tua Golo, membuat surat kepada BPN agar semua surat yang telah diproleh dari semua masyarakat adat dari tanah yang sudah dibagi oleh Tua Golo setelah saya dikukuhkan ulang. Dasar pertimbangan tentu ada," ujarnya.
"Dasar pertimbangan pertama itu misalnya, ada dua orang mengakui bidang tanah yang sama di satu bidang. Terjadi keributan. Dan masing masing mereka mengantongi surat. Sekarang siapa yang sah disini. Itulah sebabnya itu makanya saya pernah membuat surat kepada BPN bahwa semua tanah masyarakat yang telah mendapat pembagian tanah secara adat dari Tua Golo Wae Kesambi sebelum saya dan mengantongi surat, wajib dikukuhkan ulang. Itu yang disebut pengukuhan," ujarnya.
"Sedangkan penegasan yaitu, dia sudah mendapat tanah pembagian tapi belum sempat memperoleh suratnya keburu Tua Golonya meninggal. Tapi secara sadar saya yang menjadi Tua Golo baru mengetahui betul. Tua golo tidak bisa bagi lagi," ujarnya.
Karena itu, Hendrik Hadirman kembali menegaskan bahwa bahwa jabatan "Dalu" itu sudah dihapus sejak tahun 1960 an. Penghapusan fungsi "Dalu" diiringi dengan lahirnya undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang UU Pokok agraria.
"Dan penghapusan hak tentang kedaluan itu berlaku untuk seluruh Manggarai Raya. Tanpa ada pengecualian. Dan itu telah diakui oleh Pak Haji Ramang pada tanggal 30 April 2024 di Kantor DPRD Manggarai Barat," ujarnya.
"Waktu itu saya dengan dia diundang untuk mengikuti penyusunan naskah akademik terhadap Ranperda inisiatif DPRD Manggarai Barat tentang masyarakat hukum adat. Kita mau ngomong bahwa fungsi atau tugas kedaluan itu masih ada atau tidak? Jawabannya sudah tidak ada. Tidak bisa dimuncul-munculkan lagi (kedaluan)," ujarnya.
Hendrik Hadirman mempersoalkan jika jabatan fungsionaris adat itu hanya untuk jabatan "Dalu dan Ahli Waris Dalu" yang sering dimunculkan dalam setiap perkara.
"Semua Tua Golo yang ada di atas ulayat Nggorang itu semuanyaa disebut Fungsionaris adat. Misalnya saya di Wae Kesambi. Ngapain saya disebut fungsionaris adat Nggorang. Kecuali fungsionaris Tua Golo Nggorang. Yaitu Tua Golo yang ada di Nggorang," ujarnya.
"Kalau menyangkut mengapa (Haji Ishaka) diangkat jadi Dalu itu saya tidak tahu. Karena kalau dilihat dari umur saya masih belum cukup umur," ujarnya.
Hendrikus Hadirman juga mengomentari soal kasus tanah 40 Ha yang diklaim Niko Naput.
Menurutnya, bahwa tanah itu dulu telah diaerahkan kepada Pemda Manggarai saat itu.
Menurutnya, tanah itu dulu diberikan kepada pemerintah dengan maksud untuk mendirikan sekolah perikanan.
"Soal tanah 40 hektar saya tidak tahu siapa yang menyerahkan dan juga siapa yang menerima. Tapi dengar cerita-cerita dari orang. Diminta untuk tanah sekolah perikanan. Saya juga tidak tahu siapa yang datang minta. Tapi yang menyerahkan sudah pasti Bapak Haji Ishaka karena itu wilayah adatnya," ujarnya.