Fakta Persidangan, Ramang Ishaka Disebut tidak Punya Hak Menata Tanah di Labuan Bajo

Ven Darung - Jumat, 14 Juni 2024 20:01 WIB
Fakta Persidangan, Ramang Ishaka Disebut tidak Punya Hak Menata Tanah di Labuan Bajo
istimewa
Yohanes Pasir, Saksi yang dihadirkan oleh keluarga Alm. Ibrahim Hanta.

Kata Yohanes, dia telah mengantongi dua surat pembatalan penyerahan tanah tahun 1990 dan 1991 tersebut.

Advertisement

Baca Juga:

"[Kata Haji Ishaka] Begini sudah kau kenal Haji Djuje. Terus saya bilang kenal baik dengan Haji Djuje. [Kata Haji Ishaka] Kebetulan Haji Djuje itu adalah ia penata tanah atas dasar kuasa saya," terang Yohanes.

Kepada Haji Ishaka, Yohanes mempertanyakan keyakinannya akan Haji Djuje.

"[Haji Ishaka] Jadi begini, saya kasih kopiannya saja surat kuasa saya kepada Djuje untuk menata tanah 16 lengkong termasuk titik tanah Krangang yang sekarang sedang bersengketa itu dia tunjuk. Termasuk tanah yang tumpang tindih ini. Makanya Haji Ishaka pada 2000 itu dia juga serahkan surat kuasa penataan tanah ke Haji Djuje yaitu pada tahun 1996," jelas Yohanes.

"Sehingga saya pegang dua kopian waktu itu, waktu saya pulang. Satu adalah surat pembatalan terkait tanah Nazar Supu itu yang 98 itu, kemudian ada juga surat pembatalan atas nama Beatriks Seran, atas nama Niko Naput. Niko Naput, disitu dia bilang ada 10 hektar dibatalkan, Betariks Seran ada 5 hektar dibatalkan, Nazar Supu 16 hektar dibatalkan," lanjutnya.

Dia menambahkan, setelah bertemu Haji Ishaka, ia kemudian bertemu Haji Djuje untuk minta tanah.

"Saya kemudian ketemu bapak Haji Djuje. Bapak Saya minta tanah, saya amanat dari pak Haji Ishaka. Kapu Manuk Lele Tuak saya sudah dia terima, tetapi saya minta tanah itu di Keranga. Tapi dia bilang tanah itu sudah ada yang punya," bebernya.

"Akhirnya permintaan saya di depan Haji Djuje itu dikabulkan. Dan Haji Djuje disposisikan saya tanah pada tahun itu di Goso Ngia. Sehingga saya dapatkan tanah-tanah itu di Goso Ngia, termasuk teman-teman saya banyak dapat tanah disitu, ada Pak Feri Adu, ada pak Jhon Pasir, pokoknya banyak. Sehingga bentuk respons balik dari Adat Nggorang, bentuk peduli atas dasar permintaan saya saat itu," terangnya.

Kata Yohanes, Pada tahun 2000 Haji Ramang itu masih PNS aktif di Taman Nasional Komodo.

"Sehingga kuasa membagi tanah itu tidak mungkin jatuh ke anak kandungnya ke Haji Ishaka. Dan tanah-tanah itu sudah dikuasakan semua," jelasnya.

"Saya pernah terlibat diskusi, contohnya pada waktu itu yang libatkan itu anggotanya Djuje, ada namanya Kanis Hanu, ada namanya Ismail Ele, ada namanya Usaman Umar. Usman Umar itu satu-satunya yang masih hidup. Tapi Ramang kan tidak bisa hidup, dia kan masih PNS," ujarnya.

Kata Yohanes, Haji Ramang tidak turun ke lapangan.

"Dia itu (haji Ramang) tidak turun lapangan. Yang tata tanah itu orang yang sudah dia Kuasakan. Termasuk Haji Djuje itu 16 titik, 16 Lingko," lanjutnya.

"Menurut saya, sebaiknya Haji Ramang itu jangan menjadi dasar pemicu konflik tanah. Itu saran saya sebagai warga di Kota Labuan Bajo. Karena tanah itu sudah ditata semua. Dan ada semua penatanya. Ramang itu tidak pernah menata. Dan sudah ada pemiliknya semua. Tidak berhak lagi, apalagi mengeluarkan surat pengukuhan kepada orang. Kemudian ada juga saya pernah nonton pada tahun 2013 lalu, untuk tidak ada kepentingan konflik tanah di Labuan Bajo ini sebaiknya, turunan-turunan adat di Labuan Bajo ini bersatu untuk ditanya, kemudian harus keluar statment dalam bentuk berita acara resmi. Termasuk haji Ramang waktu itu. Saya nonton sendiri waktu itu. Ada haji Ramang, kemudian ada Haji Umar, ada semua anak-anaknya. Kemudian ada juga saksi-saksi, ada pak Anton Said, ada Anton Antam, ada Frans Ndejeng, ada Pak Feri Adu, Theo Urus dari Lancang, Tua-tua Golo-tua Golo semua, ada Niko Nali," beber Yohanes.

Editor
: Andy Liany
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru