Lahan Usaha Dua Warga Translok, Antara Telah Diokupasi dan Terbit di Atas Tanah Ulayat
Menurut penjelasan Bernadus Sandur, salah satu warga transmigrasi lokal Desa Macang Tanggar, pada Tahun 1995, Pemerintah mendatangkan utusan warga dari kampung Karot, Kecamatan Langke Rembong untuk survei lokasi transmigrasi.
Baca Juga:
Penempatan transmigran dari kampung karot dilakukan karena sebagian tanah milik mereka (kampung Karot) digunakan untuk pembangunan perluasan Bandara Satar Tacik.
Namun, sampai di lokasi transmigrasi di Desa Macang Tanggar, warga menolak untuk di transmigrasi dengan alasan lokasi transmigrasi tidak bisa dijadikan lahan pertanian karena tandus dan rawa rawa.
Lokasi transmigrasi akhirnya ditempati oleh sebagian warga Desa Golo Worok, Kecamatan Ruteng dan sebagiannya warga asli.
Baca Juga :Manggarai Barat Ngaku Sudah Bagikan Lahan Usaha 2 Beserta Sertifikat, Warga Translok : Dia Bohong">Bupati Manggarai Barat Ngaku Sudah Bagikan Lahan Usaha 2 Beserta Sertifikat, Warga Translok : Dia Bohong
Tahun 1995, 200 kepala keluarga (kk) menandatangani dokumen dokumen dan persyaratan pensertifikatan tanah atas setiap KK.
Dokumen dokumen yang ditanda tangani setiap KK warga Translok tersebut untuk pensertifikatan 3 lahan per KK warga Translok yang terdiri dari :
SHM lahan pekarangan 5000 m² (0,5 ha) yang didalamnya terdapat bangunan rumah yang disediakan pemerintah dgn ukuran 6 x 6 meter.
SHM lahan usaha I seluas 5000m² (0,5 ha). SHM lahan usaha 2 seluas 10.000 m² (1 ha).
Pada tahun 1995 Paulinus Pangol, Kepala Bidang Penempatan (Transmigrasi) Provinsi NTT saat melakukan sosialisasi menjanjikan kepada warga Translok akan mendapatkan 20.000 m² (2 ha) tanah untuk setiap kepala keluarga (KK) yang terdiri dari:
SHM lahan pekarangan 5000 m² (0,5 ha) yg di dalamnya terdapat bangunan rumah yg disediakan pemerintah dgn ukuran 6 x 6 meter.
SHM lahan usaha I seluas 5000m² (0,5 ha), SHM lahan usaha 2 seluas 10.000 m² (1 ha).