Lahan Usaha Dua Warga Translok, Antara Telah Diokupasi dan Terbit di Atas Tanah Ulayat
bulat.co.id -MANGGARAI BARAT | Sofia Senia atau Waung (59), sore itu terduduk lesu di depan pintu rumah yang hampir rubuh berukuran 6x6 yang dibangun pemerintah. ia duduk menatap lahan pekarangannya yang tak kunjung dibangun rumah.
Saat ini, ia tinggal sebatang kara di rumah warga lain yang memilih pindah ke kota Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca Juga:
Suaminya, Yohanes Ruba merantau ke Kalimantan saat anak semata wayangnya masih duduk di bangku SD dengan niat memenuhi kebutuhan pokok keluarga.
"Suami saya sudah lama pergi ke kalimantan, di sini mau kerja apa? Tanah ini tidak bisa tanam apa apa. Sawah (Lahan usaha dua) yang dulu dijanjikan oleh pemerintah tak kunjung dibagi," tutur Waung.
Baca Juga :Labuan Bajo Belum Terjawab Meski Sudah di Tangan Mabes Polri">Miris, Dugaan Pemerkosaan Wisatawan oleh Tour Guide di Labuan Bajo Belum Terjawab Meski Sudah di Tangan Mabes Polri
Anak semata wayangnya itu kini bersuami dan tinggal dengan suaminya di Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur.
Jarak yang begitu jauh, sekitar 6 jam perjalanan, membuat Waung tak sanggup menjenguk anak dan cucu cucunya. Sesekali, anak semata wayangnya itu datang, namun hanya untuk beberapa malam. Meski begitu, hal itu cukup mengobati rasa rindu dan kesepiannya.
"Anak saya yang semata wayang jauh dari saya, yah kadang juga mereka datang. Biar begitu, sudah mengobati kesepian yang saya alami," kata Waung dengan sedih.
Bukan hanya Waung, warga Translok yang lain juga mengeluh bagaimana susahnya mencari makan saat itu (tahun 1997). Karena tidak ada lahan sawah, sebagian warga jadi kuli bangunan di Labuan Bajo, ibu kota Manggarai Barat. Itu pun hanya bisa untuk beli beras.