Petani di Sergai Keluhkan Rencana PT Alindo Diduga Ambil Alih Lahan
Lahan yang terletak di Dusun II Desa Bagan Kuala tersebut sebelumnya merupakan bekas Hak Guna Usaha (HGU) untuk pertambakan udang sejak 2006. Sejak ditinggalkan, lahan ini menjadi sumber mata pencaharian bagi warga setempat yang memanfaatkannya untuk budi daya ikan, udang, kepiting, dan komoditas lainnya.
Salah seorang petani, Safaruddin Sirait (52), mengungkapkan kekecewaannya atas rencana PT Alindo yang tiba-tiba ingin mengelola kembali lahan tersebut.
Baca Juga:
"Sejak 2007 saya mengelola lahan ini, setahu saya lahan ini tidak ada pemiliknya. Tapi mengapa tiba-tiba di tahun 2025 ini PT Alindo ingin masuk dan membawa alat berat? Saya tahu lahan ini bukan milik mereka," ujar Safaruddin kepada awak media, Jumat (7/2/2025) petang.
Ia menegaskan bahwa lahan tersebut merupakan satu-satunya sumber penghidupan masyarakat sekitar. Jika PT Alindo memang memiliki bukti legalitas yang sah, para petani siap untuk angkat kaki, tetapi ia menolak klaim sepihak tanpa dasar yang jelas.
"Kalau memang terbukti secara legalitas bahwa lahan ini benar milik PT Alindo, kami siap meninggalkannya. Tapi jangan tiba-tiba datang mengklaim tanpa kejelasan," tegasnya.
Ketua Kelompok Tani Hutan Sumber Baru, Zulham Hasibuan, juga mengecam rencana PT Alindo yang diduga ingin mengalihfungsikan lahan tersebut menjadi perkebunan kelapa sawit.
Menurutnya, berdasarkan hasil konfirmasi dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) II Wilayah Siantar, lahan seluas sekitar 50 hektare itu masuk dalam kategori kawasan putih, yang berarti dapat digunakan oleh masyarakat.
"Saya sudah bertanya ke KPH II Siantar, mereka mengeluarkan peta dan menjelaskan bahwa lahan ini adalah kawasan putih. Artinya, lahan ini bukan milik perusahaan dan bebas dipergunakan masyarakat," ungkap Zulham.
Selain itu, kelompok tani berencana melakukan rehabilitasi lingkungan dengan menanam 10 ribu bibit mangrove di kawasan tersebut. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemulihan ekosistem yang sebelumnya rusak akibat penebangan liar.
"Penebangan liar mangrove ini sangat kami sayangkan. Padahal, keberadaannya sangat penting untuk menahan abrasi dan mencegah air laut masuk ke areal persawahan," tambahnya.
Zulham berharap pemerintah, khususnya Pemkab Serdang Bedagai, dapat berpihak kepada masyarakat yang telah mengelola lahan tersebut selama hampir 20 tahun. Ia juga berharap aspirasi petani dapat sampai ke Presiden Prabowo Subianto dan jajaran menteri terkait agar mereka memberikan perhatian terhadap kasus ini.
"Kami berharap pemerintah melihat perjuangan kami yang telah mengelola lahan terlantar ini secara mandiri dengan skema ketahanan pangan perikanan budi daya berkelompok, sekaligus melakukan restorasi hutan mangrove di lokasi ini," harap Zulham.
Zulham juga menegaskan bahwa kelompok tani siap untuk berdialog dengan PT Alindo guna mencari solusi terbaik, asalkan dilakukan secara terbuka dan melibatkan pihak terkait.
"Kami ingin ada mediasi dengan menghadirkan Kepala Desa, BPN, KPH II Siantar, dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi. Jika benar secara hukum lahan ini milik PT Alindo, kami siap angkat kaki," ujarnya.
Tokoh masyarakat Desa Tebing Tinggi, Longway Pakpahan, juga menegaskan bahwa lahan tersebut bukan milik PT Alindo.
"Saya tahu pasti ini bukan lahan Alindo. Kalau memang milik mereka, saya pasti tahu sejak dulu," ucapnya.
Longway berharap agar permasalahan ini dapat diselesaikan secara musyawarah tanpa konflik yang berlarut-larut.
"Duduk bersama dan cari solusi terbaik. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan musyawarah. Kalau memang tidak ada titik temu, kan ada jalur hukum untuk membuktikan kepemilikannya," pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Alindo belum memberikan tanggapan resmi terkait keluhan masyarakat Desa Tebing Tinggi.
Warga berharap perusahaan dapat menunjukkan itikad baik dengan membuka dialog dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak.